Cari Blog Ini
Sebagai salah seorang mahasiswa farmasi, Ilmu SAINS sangat penting bagi para mahasiswa baru dan lama baik sebagai referensi makalah maupun tugas akhir perkuliahan (skripsi). Dengan dasar ini maka saya berinisiatif untuk membuat blog ini, dengan salah satu harapan saya bisa membantu para mahasiswa di indonesia maupun di dunia agar lebih mudah mencari sumber rujukan. #tetap semangat untuk kalian semoga lekas selesai dan meraih gelar sarjana.
Analisis Obat Analgetik-Antipiretik. ppt Maret 28, 2020
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Tanaman Transgenik Dan Macam-macam Tanaman Transgenik Sebagai Terobosan Teknologi Dalam Industri Pertanian
Latar Belakang
• variasi pangan yang dikonsumsi manusia terus mengalami
perubahan
• Berbagai upaya dilakukan demi meningkatkan mutu dan
gizi serta untuk menghasilkan sifat
–sifat terbaik pada tumbuhan salah satunya melalui bioteknologi yaitu rekayasa
genetik
• industri
dan pemerintah di seluruh dunia terlalu menekankan manfaat tanaman transgenik
• Tanaman trasgenik dianggap bermanfaat
bagi lingkungan, memecahkan krisis pangan,
meningkatkan
nutrisi pangan, meningkatkan produksi
tanaman pangan serta berpotensi menyelesaikan masalah
kelaparan di dunia.
• Namun Pro kontra terjadi pada aspek keamanan dan mutu
pangan transgenik serta pada aspek kelestariankelestarian lingkungan
• Timbulnya bahaya ekologis dan ancaman keamanan pangan
yang membahayakan kesehatan manusia atau binatang yang mengonsumsi makanan yang
berasal dari tanaman transgenik yang patut menjadi perhatian semua pihak.
Tanaman Transgenik
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang
berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk
hidup kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau
dari gen hewan ke tanaman. Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to permanently
modify the cell or germ cells of
organism (penggunaan manipulasi gen untuk mengadakan perubahan yang
tetap pada sel makhluk hidup).
Tanaman transgenik
pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada
tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30
tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman. Secara sederhana tanaman
transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk
hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipaan gen ini melalui suatu
vector (perantara) yang biasanya menggukan bakteri Agrobacterium tumefeciens
untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu
diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki.
Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah
• menghambat
pelunakan buah (pada tomat).
• tahan
terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.
• meningkatkan
nilai gizi tanaman, dan
• meningkatkan
kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan kering,
lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.
Melihat potensi manfaat
yang disumbangkan, pendekatan bioteknologi dipandang mampu menyelesaikan
problematika pangan dunia terutama di negara-negara yang sedang berkembang
seperti yang sudah dilakukan di negara-negara maju (Winarno dan Agustina,2007)
Antara tahun 1996-2001
telah terjadi peningkat an yang sangat dramatis dalam adopsi atau penanaman
tanaman GMO (Genetically Modified Organism) di seluruh dunia. Daerah
penanaman global tanaman transgenik meningkat dari sekitar 1,7 juta ha pada
tahun 1996 menjadi 52,6 juta ha pada tahun 2001. Peningkatan luas tanam GMO
tersebut mengindikasikan semakin banyaknya petani yang menanam tanaman ini baik
di negara maju maupun di negara berkembang. Sebagian besar tanaman
transgenik ditanam di negara-negara maju. Amerika Serikat sampai sekarang
merupakan negara produsen terbesar di dunia. Pada tahun 2001, sebanyak 68% atau
35,7 juta ha tanaman transgenik ditanam di Amerika Serikat.
Sampai saat ini,
kedelai merupakan produk GMO terbesar yaitu 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari
seluruh tanaman GMO. Kedelai tahan herbisida banyak ditanam di AS, Argentina,
Kanada, Meksiko, Rumania dan Uruguay. Jagung merupakan tanaman GMO terbesar
kedua yang ditanam yaitu seluas 9,8 juta ha sedangkan luas tanaman kapas GMO
yang ditanam adalah sekitar 6,8 juta ha . Sifat yang terdapat dari tanaman GMO
pada umumnya adalah resisten terhadap herbisida, pestisida, hama serangga dan
penyakit serta untuk meningkatkan nilai gizi.
a. Tanaman Transgenik Tahan
Kekeringan
Tanaman tahan
kekeringan memiliki akar yang sanggup menembus tanah kering, kutikula yang
tebal sehingga mengurangi kehilangan air dan kesanggupan menyesuaikan diri
dengan garam di dalam sel. Tanaman toleran terhadap kekeringan ditransfer dari
gen kapang yang mengeluarngkan enzim trehalose. Tembakau adalah salah
satu tanaman yang dapat toleran terhadap suasana kekeringan.
b. Tanaman Transgenik Resisten Hama
Bacillus
thuringiensis menghasilkan protein toksin sewaktu
terjadi sporulasi atau saat bakteri memberntuk spora. Dalam bentuk spora, berat
toksin mencapai 20% dari berat spora. Apabila larva serangga memakan spora,
maka di dalam alat pencernaan larva serangga tersebut, spora bakteri pecah dan
mengeluarkan toksin. Toksin yang masuk ke dalam membran sel alat pencernaan
larva mengakibatkan sistem pencernaan tidak berfungsi dengan baik dan pakan
tidak dapat diserap sehingga larva mati. Dengan membiakkan Bacillus
thuringiensis kemudian diekstrak dan dimurnikan, makan akan diperoleh
insektisida biologis (biopestisida) dalam bentuk kristal. Pada tahun 1985
dimulai rekayasa gen dari Bacillus thuringiensis dengan kode gen Bt toksin
(Winarno dan Agustina ,2007)
Tanaman tembakau untuk
pertama kali merupakan tanaman transgenik pertama yang menggunakan gen BT
toksin. Jagung juga telah direkayasa dengan menggunakan gen Bt toksin, tetapi
diintegrasikan dengan plasmid bakteri Salmonella parathypi yang
menghasilkan gen yang menonaktifkan ampisilin. Pada jagung juga direkayasa
adanya resistensi herbisida dan resistensi insektisida sehingga tanaman
transgenik jagung memiliki berbagai jenis resistensi hama tanaman. Gen Bt
toksin juga direkayasa ke tanaman kapas, bahkan multiplegene dapat
direkayasa genetika pada tanaman transgenik. Toksin yang diproduksi dengan
tanaman transgenik menjadi nonaktif apabila terkena sinar matahahari, khususnya
sinar ultraviolet.
c. Tanaman Transgenik Resisten
Penyakit
Perkembangan yang
signifikan juga terjadi pada usaha untuk memproduksi tanaman transgenik yang
bebas dari serangan virus. Dengan memasukkan gen penyandi tanaman terselubung (coat
protein) Johnson grass mosaic poty virus (JGMV) ke dalam suatu
tanaman, diharapkan tanaman tersebut menjadi resisten apabila diserang oleh
virus yang bersangkutan. Potongan DNA dari JGMV, misalnya daRi protein
terselubung dan protein nuclear inclusion body (Nib) mampu
diintegrasikan pada tanaman jagung dan diharapkan akan menghasilkan tanaman
transgenik yang bebas dari serangan virus. Virus JGMV menyerang beberapa
tanaman yang tergolong dalam famili Graminae seperti jagung dan sorgum
yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Gejala yang ditimbulkan
dapat diamati pada daun berupa mosaik, nekrosa atau kombinasi keduanya. Akibat
serangan virus ini, kerugian para petani menjadi sangat tinggi atau bahkan
tidak panen sama sekali.
Contoh Tanaman yang telah
Menggunakan Teknologi Rekayasa Genetika
Berikut ini disajikan
berbagai tanaman hasil rekayasa genetika dan keunggulannya dibandingkan dengan
tanaman biasa yang sejenis
a. Kedelai Transgenik
Kedelai merupakan
produk Genetically Modified Organism terbesar yaitu sekitar 33,3 juta ha
atau sekitar 63% dari total produk GMO yang ada. Dengan rekayasa
genetika, dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tahan
terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi. Saat ini secara
global telah dikomersialkan dua jenis kedelai transgenik yaitu kedelai toleran
herbisida dan kedelai dengan kandungan asam lemak tinggi
b. Jagung Transgenik
Di Amerika Serikat,
komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetika melalui teknologi rDNA, yaitu
dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) untuk
menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang disebut corn borer
sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus thuringiensis yang
dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang membunuh larva corn
borer tersebut
Berdasarkan kajian tim
CARE-LPPM IPB menunjukkan bahwa pengembangan usaha tani jagung transgenik
secara nasional memberikan keuntungan ekonomi sekitar Rp. 6,8 triliun.
Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan produksi jagung, penghematan
usaha tani hingga penghematan
devisa negara dengan berkurangnya ketergantungan akan impor jagung .
Dalam jangka pendek
pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan produksi jagung nasional untuk
pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi langsung 225.550 ton. Sementara dalam
jangka panjang, penurunan harga jagung akan merangsang kenaikan permintaan
jagung baik oleh industri pakan maupun konsumsi langsung. Bukan hanya itu,
dengan meningkatkan produksi jagung Indonesia juga menekan impor jagung yang
kini jumlahnya masih cukup besar. Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai
1,76 juta ton. Secara tidak langsung, penggunaan tanaman transgenik juga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Kapas Transgenik
Kapas hasil rekayasa
genetika diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat. Kapas yang telah
mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah penggunaan insektisida.
Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen cry (gen toksin)
dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat
toleransi terhadap herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para
petani, keuntungan dengan menggunakan kapas transgenik adalah menekan
penggunaan pestisida atau membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara
efektif tanpa mematikan tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada
produksi tanaman kapas. Di samping dapat menurunkan produksi, serangan serangga
hama dapat menurunkan kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen areal
pertanaman kapas di Amerika merupakan kapas transgenik dan beberapa tahun ke
depan seluruhnya sudah merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian juga dengan
Cina dan India yang merupakan produsen kapas terbesar di dunia setelah Amerika
Serikat juga secara intensif telah mengembangkan kapas transgenik.
d. Tomat Transgenik
Pada pertanian
konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi belum matang. Hal ini
disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan demikian, tomat
memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan yang sulit. Tomat
pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang menyebabkan buah
tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim poligalakturonase yang
berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik
memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang memperlambat
proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa enzim
poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi produksi
enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat.
Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu
yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat
sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap
penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak
selama pemrosesan lebih sedikit.
e. Kentang Transgenik
Mulai pada tanggal 15
Mei 1995, pemerintah Amerika nebyetujui untuk mengomersialkan kentang hasil
rekayasas genetika yang disebut Monsanto sebagai perusahaan penunjang dengan
sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang hybrid tersebut mengandung
materi genetic yang memnungkinkan kentang mampu melindungi dirinya terhadap
serangan Colorado potato beetle. Dengan demikian tanaman tersebut dapat
menghindarkan diri dari penggunaan pestisida kimia yang digunakan pada kentang
tersebut. Selain resisten terhadap serangan hama, kentang transgenik ini juga
memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik bila dibandingkan dengan kentang
pada umumnya. Hama beetle Colorado merupakan suatu jenis serangga yang
paling destruktif untuk komoditi kentang di Amerika dan mampu menghancurkan
sampai 85% produksi tahunan kentang bila tidak ditanggulangi dengan baik.
Daya perlindungan
kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis
sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt. Sehingga
diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai kentang yang
berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli masyarakat.
Beberapa contoh tanaman transgenik
yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah ini.
|
Jenis tanaman |
Sifat yang telah dimodifikasi |
Modifikasi |
Foto |
|
Padi |
Mengandung provitamin A
(beta-karotena) dalam jumlah tinggi. |
Gen dari tumbuhan narsis,
jagung, dan bakteri Erwinia
disisipkan pada kromosom padi. |
|
|
Jagung, kapas, kentang |
Tahan (resisten) terhadap
hama. |
Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis
ditransfer ke dalam tanaman. |
|
|
|
|||
|
Tembakau |
Tahan terhadap cuaca dingin. |
Gen untuk mengatur pertahanan pada
cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari
sianobakteri
(Anacyctis nidulans) dimasukkan ke tembakau. |
|
|
Tomat |
Proses pelunakan tomat
diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk. |
Gen khusus yang disebut
antisenescens ditransfer ke dalam tomat untuk
menghambat enzim
poligalakturonase
(enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat). Selain
menggunakan gen dari bakteri E. coli, tomat transgenik
juga dibuat dengan memodifikasi gen
yang telah dimiliki nya secara alami. |
|
|
Kedelai |
Mengandung asam oleat
tinggi dan tahan terhadap herbisida glifosat.Dengan
demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut,
hanya gulma di sekitar
kedelai yang akan mati. |
Gen resisten
herbisida dari bakteri Agrobacterium galur CP4
dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi
molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat. |
|
|
Ubi jalar |
Tahan terhadap penyakit
tanaman yang disebabkan virus. |
Gen dari selubung
virus tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan
dibantu dengan teknologi peredaman gen. |
|
|
Kanola |
Menghasilkan minyak
kanola yang mengandung
asam laurat tinggi sehingga
lebih menguntungkan untuk kesehatan dan secara
ekonomi.Selain itu, kanola
transgenik yang disisipi gen penyandi vitamin E juga
telah ditemukan. |
Gen FatB dari Umbellularia californica
ditransfer ke dalam tanaman kanola untuk meningkatkan
kandungan asam laurat. |
|
|
Pepaya |
Resisten terhadap virus
tertentu,contohnya Papaya ringspot virus (PRSV). |
Gen yang menyandikan
selubung virus PRSV ditransfer ke dalam tanaman pepaya. |
|
|
Melon |
Buah tidak cepat busuk. |
Gen baru dari
bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi pembentukan hormon etilen
(hormon yang berperan dalam pematangan buah) di melon. |
|
|
Bit gula |
Tahan terhadap herbisida
glifosat
dan glufosinat. |
Gen dari bakteri Agrobacterium
galur CP4 dan cendawan Streptomyces viridochromogenes
ditransfer ke dalam tanaman bit gula. |
|
|
Prem (plum) |
Resisten terhadap infeksi
virus cacar prem (plum pox virus). |
Gen selubung virus
cacar prem Ditransfer ke tanaman prem. |
|
|
Gandum |
Resisten terhadap peyakit
hawar yang disebabkan
cendawan
Fusarium. |
Gen penyandi enzim kitinase
(pemecah dinding sel cendawan) dari
jelai (barley)
ditransfer ke tanaman gandum. |
Keunggulan Tanaman Rekayasa Genetika (Genetically Modified
Organism)
WHO telah meramalkan bahwa populasi
dunia akan berlipat dua pada tahun 2020 sehingga diperkirakan jumlah penduduk
akan lebih dari 10 milyar. Karena kondisi tersebut, produksi pangan juga harus
ditingkatkan demi menjaga kesinambungan manusia dengan bahan pangan yang tersedia.
Namun yang menjadi kendala, jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang belum
termanfaatkan karena jumlah yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi
masalah tersebut, teknologi rDNA atau Genetically Modified Organism
(GMO) akan memiliki peranan yang sangat penting. Teknologi rDNA dapat menjadi
strategi dalam peningkatan produksi pangan dengan keunggulan-keunggulan sebagai
berikut :
- Mereduksi
kehilangan dan kerusakan pasca panen
- Mengurangi
resiko gagal panen
- Meningkatkan
rendemen dan produktivitas
- Menghemat
pemanfaatan lahan pertanian
- Mereduksi
kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia
- Meningkatkan
nilai gizi
- Tahan
terhadap penyakit dan hama spesifik, termasuk yang disebabkan oleh virus.
Proses Pembuatan Tanaman Transgenik
Untuk membuat suatu
tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang
akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).Gen yang diinginkan
dapat diambil dari tanaman
lain, hewan,
cendawan,
atau bakteri.
Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut
dengan istilah kloning
gen.Pada
tahapan kloning
gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning
(agen pembawa DNA), contohnya plasmid
(DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor kloning akan
dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan
perkembangbiakan bakteri
tersebut.Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup
maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang
berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun.Transfer
gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata
gen, metode transformasi
DNA yang diperantarai bakteri
Agrobacterium
tumefaciens, dan elektroporasi
(metode transfer DNA dengan bantuan listrik).
1.
Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil.
Metode ini sering
digunakan pada spesies
jagung
dan padi.Untuk
melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil
berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman.Mikro-proyektil tersebut akan
mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen
memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi
kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
2. Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens.
Bakteri Agrobacterium tumefaciens
dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti,
suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti
terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit
tanaman tertentu.Gen asing yang ingin
dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti.
Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada
plasmid tersebut ke dalam genom (DNA)
tanaman.Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka
sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
3. Metode
elektroporasi.
Pada metode elektroporasi
ini, sel tanaman
yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel
hingga menjadi protoplas
(sel yang kehilangan dinding sel).Selanjutnya
sel diberi kejutan listrik dengan voltase
tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA
asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom
tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer
DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil
disisipi gen asing.Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang
belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas.Apabila
telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke
tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.
Dampak Positif Transgenik
1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan
produk lebih banyak dari sumber
yang lebihsedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem
sehingga
akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan
dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Dampak Negatif Transgenik
Adapun dampak
negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:
A. Aspeksosial,meliputi:
1. Aspek
ekonomi
Berbagai
komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan
serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional.
Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan
jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa
B. Aspek kesehatan
1. Potensi
toksisitas bahan pangan
Dengan
terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan
pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas
yang membahayakan kesehatan.
2. Potensi
menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru,
baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain.
Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah
ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae.
C.Aspek lingkungan
1. Potensi erosi
plasma nutfah
Penggunaan tembakau
transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah
ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah
hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya
tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung
Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan
ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.
2. Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera
setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme
dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.
3. Potensi
pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang
pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak
dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan
terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut.
Perbedaaan
pemuliaan tanaman konvensional dengan pemuliaan tanaman secara transgenik
Pemuliaan tanaman secara konvensional:
1.
Gen yang
dipindahkan berasal dari spesies yang sama
2.
Pemindahan gen
melalui perkawinan inter spesies
Pemuliaan tanaman secara transgenik:
1. Gen yang dipindahkan berasal
dari spesies yang berbeda
2. Pemindahan gen melalui rekayasa
genetika tanaman
Pelepasan
varietas suatu tanaman
di Indonesia diatur
melalui Keputusan Menteri Pertanian
No. 902/Kpts/TP.240/12/96 tentang
Pengujian, Penilaian dan pelepasan varietas yang kemudian pada
tahun 1998 direvisi menjadi KepMentan No. 737/Kpts/TP.240/9/98. Varietas tersebut dapat berupa kultivar,
galur, komposit, klon, transgenik, mutan
dan hibrida. Tanaman transgenik yang
sudah mendapatkan ketetapan aman
hayati dan keamanan pangan melalui
rekomendasi dari KKHKP
bisa diajukan untuk pelepasan varietas ke Badan Benih
Nasional (BBN). BBN dalam tugasnya sehari-hari dibidang penilaian
dan pelepasan varietas
dibantu oleh Tim
Penilai dan Pelepas Varietas (TPPV) terdiri dari para
ahli dan ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Apabila dianggap perlu
dalam rangka pengawasan dan pembinaan, anggota TPPV dapat
melakukan peninjauan ke lokasi pengujian. TPPV menilai dan mengevaluasi hasil
uji adaptasi atau observasi. Apabila dipandang perlu dalam mengevaluasi
tersebut TPPV dapat mnengundang pakar dalam bidang keahlian tertentu sesuai
dengan kebutuhan.
METODE YANG DIGUNAKAN DALAM PERAKITAN TANAMAN
TRANSGENIK
Kadang dalam
perakitan varietas tanaman tahan
serangga hama, pemulia
konvensional menghadapi suatu
kendala yang sulit dipecahkan,
yaitu langkanya atau tidak adanya sumber gen ketahanan di dalam koleksi
plasma nutfah. Contoh sumber gen ketahanan yang langka adalah gen
ketahanan terhadap serangga
hama, misalnya penggerek
batang padi, penggerek polong kedelai,
hama boleng ubi jalar, penggerek
buah kapas (cotton bolworm), dan
penggerek jagung. Sifat-sifat ketahanan tersebut berasal dari gen-gen (materi
genetik) yang diambil dari sumber yang berkualitas tersebut dapat berasal
dari mikroorganisme, hewan dan dari
jaringan tanaman yang telah diketahui memiliki gen ketahanan tertentu.
Teknologi transfer gen digunakan untuk mendapatkan
tanaman hasil rekayasa genetika (tanaman transgenik) yang mempunyai sifat
unggul yang diinginkan. Metode transfer gen dibedakan menjadi dua yaitu:
A.
Transfer gen secara langsung.
1. Particle bombardment (penembakan partikel / gene
gun)
Prinsip dari
metode ini adalah
penembakan partikel DNA-coated secara langsung ke sel atau jaringan tanaman.
2. Karbid silikon
Suspensi sel
tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat karbid silikon dan DNA
plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan ke dalam tube (tabung eppendorf)
kemudian dicampur dan diputar menggunakan vortex.
3. Elektroporasi
Metode transfer
DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari
protoplas. Elektroporasi menggunakan
perlakuan listrik bervoltase
tinggi menyebabkan permiabilitas tibnggi pada membran sel dengan membentuk pori-pori
sehingga DNA mudah penetrasi kedalam proptoplas. Perlakuan elektroporasi ini seringkali dikombinasikan dengan
perlakuan poly ethylene glycol (PEG) pada protoplas.
B.
Transfer gen secara tidak langsung
Pada tanaman
monokotil, transfer gen sering menggunakan Agrobacterium
tumefaciens. Agrobacterium tumefaciens
strain liar (galur alami) memiliki plasmid Ti. Pada plasmid Ti terdapat T-DNA
digunakan sebagai vektor untuk transformasi
tanaman yang telah dihilangkan virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang
ditransformasi mampu beregenerasi menjadi tanaman sehat hasil rekayasa
genetika. Gen yang diinginkan dimasukkan ke dalam sel tanaman dengan cara menitipkannya (menyisipkan) pada T-DNA.
CONTOH
TANAMAN TRANSGENIK
Tabel tanaman transgenik
|
Tanaman |
Gen ketahanan |
Sumber gen |
Hasil |
|
Azuki bean |
α-amylase inhibitor |
Tanaman common bean |
Tahan serangan hama Kumbang Brucus |
|
Kacang pea
(Pisum sativum L.) |
α-amylase inhibitor |
common bean |
Tahan serangan hama Bruchus pisorium |
|
Kapas |
Bt |
Bacillus thuringiensis |
Tahan serangan hama Cotton bollworm |
|
Jagung |
Bt |
Bacillus thuringiensis |
Tahan serangan hama Corn borer |
|
Kentang |
Bt |
Bacillus thuringiensis |
Tahan serangan hama Colorado potato Beetle |
|
Kentang |
Rpi-blb |
- |
Tahan serangan hama Phytopthora infestans |
|
Tomat Flavr Savr |
polygalacturonase (PG) |
Sejenis ikan yang hidup di Antartika |
Tahan lama dalam penyimpanan |
Tomat flavr Savr buahnya lambat masak sehingga mampu
bertahan lama ketika di simpan untuk di ekspor ke daerah lain dan mengurangi
biaya pengemasan karena tidak membutuhkan alat pendingin.
Jagung Bt tahan serangan hama Corn borer karena dapat
menghasilkan toksin pada bakteri.
Jagung Bt transgenik Jagung normal
Tomat
Bt yang mengandung gen Bt mampu bertahan dari serangan hama karena menghasilkan
toksin yang dapat membunuh hamanya.
Tomat Bt
yang tahan hama hama Tomat biasa
yang tidak tahan hama
Tomat
tanpa biji hasil dari transgenik
Tomat
normal Tomat
hasil transgenik
Tomat
lemrosato merupakan hasil
transgenik dengan aroma lemon dan mawar yang mengandung reduksi lycopen yang
baik sebagai antioksidan yang baik buat kesehatan tubuh.
Kentang
hasil transgenik mampu menghasilkan senyawa toksin yang mampu membunuh serangga
penggerek akar yang dapat mengurangi jumlah produksi kentang bahkan dapat
membunuh tanaman kentang tersebut.
Kentang transgenik Kentang
normal
KEUNTUNGAN TANAMAN TRANSGENIK
1. Peningkatan kualitas biji-bijian
2. Peningkatan kadar protein
3. Pembentukan tanaman resisten hama, penyakit, dan
herbisida
4. Pembentukan tanaman toleran kekeringan, tanah masam,
suhu ektrem
5. Pembentukan tanaman yang lebih bernilai nutrisi
tinggi, seperti vit C, E dan β-karoten
KELEMAHAN TANAMAN TRANSGENIK
1. Bioetik
2. Keamanan dan kekhawatiran
3. Paten dari organisme hasil rekayasa genetik
4. Penggunaan untuk terapi gen dan jaringan pada manusia
5. Tanggung jawab sosial dari sain dalam bisnis
BEBERAPA GEN
YANG DI GUNAKAN DALAM TEKNOLOGI TRANSGENIK
- ANTIFREEZE
GENE
- NUTRITIONAL
- GROWTH
ENHANCEMENT
Keuntungan :
- Memungkinkan
ekspansi akuakultur ke lingkungan baru atau menciptakan organisme dengan
tujuan baru
- Meningkatkan
jumlah produksi
Keuntungan lain
- Laju
pertumbuhan meningkat dihasilkan melalui injeksi gen hormon pertumbuhan
(growth hormon)
|
Spesies |
Construct |
Reference |
|
Goldfish |
mMT/hGH |
Zhu et al. (1985)
|
|
Trout |
SV40/hGH |
Chourrout et al. (1986)
|
|
Cathfish |
mMT/hGH |
Dunham and Eash (1987) |
|
Salmon |
FAFP/fAFP |
Fletcher et al. (1988)
|
|
Loach |
mMT/hGH |
Benyumov et al. (1989) |
|
Medaka |
FLus/fLuc |
Tamiya et al. (1990)
|
|
Pike |
RSV/bGH |
Guise et al. (1991)
|
|
Common carp |
mMT/hGH |
Hernandez et
al. (1993) |
- Nutrisi
(peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan) semakin efisien penggunaan pakan
oleh ikan maka peluang tercapainya keuntungan akan lebih besar
- Perubahan
Karakteristik Reproduksi
- Kontrol
Penyakit (memanipulasi secara langsung pada sistem kekebalan ikan)
- Perluasan
kisaran lingkungan dalam budidaya (penggunaan antifreeze gene)
Kerugian :
Bersifat
merugikan terhadap ekologi
lingkungan,
genetik, health, safety dan
resiko
sosial lainnya.
Exs
: adanya perubahan rasa, bentuk dsb
Teknologi
Transgenik
- Teknologi transgenik langsung
a. Metode elektroporasi.
v Polythyleneglycol (PEG)
memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga
melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuklease.
v Elektroporasi
dengan perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan permeabilitasi tinggi untuk
sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah
penetrasi kedalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula
dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi
telah berhasil dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi dengan efisien
antara 0,1 – 1 %.
b. Karbid
silikon (silicon carbide)
v Suspensi sel tanaman yang akan
ditransformasi dicampur dengan serat silicon carbide dan DNA plasmid dari gen
yang diinginkan dimasukkan kedalam tabung Eppendorf, kemudian
dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex. Serat karbid
berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection ) untuk memudahkan
transfer DNA kedalam sel tanaman
c.
Penembakan partikel (Particle bombardment)
v Teknik
paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun
atau particle bombardment.
v Metode
transfer gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel
DNA-coated langsung ke sel atau jaringan tanaman.
v Dengan
cara: partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel dan membran,
kemudian DNA melarut dan tersebar dalam secara independen.
2. Teknologi
transgenik tidak langsung
Metode
Agrobacterium
- Metode Agrobacterium
melibatkan penggunaan bakteri tanah dikenal sebagai Agrobacterium
tumefaciens yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel-sel tumbuhan
dengan sepotong DNA-nya.
- Potongan DNA yang menginfeksi
tanaman terintegrasi ke dalam kromosom tanaman melalui tumor-inducing
plasmid (Ti plasmid) yang dapat mengontrol system selular tanaman dan
menggunakannya untuk membuat banyak salinan DNA bakterinya sendiri.
- Ti plasmid adalah partikel DNA
besar berbentu lingkaran yang mereplikasi secara independen dari kromosom
bakteri .
Contoh Hasil
Tanaman Transgenik
- Golden Rice
Golden rice memiliki bentuk dan
ukuran yang sama seperti beras umumnya. Dengan warna kuning keemasan. Berbeda
dengan nasi umumnya yang diketahui tinggi karbohidrat dan indeks glikemik.
Beras varietas ini jauh lebih bernutrisi
• Beta
karoten adalah zat warna oranye kekuningan, seperti pada tanaman wortel. Ia
terbentuk dari bahan dasar (prekusor) geranyl geranyl diphosphate (GGDP).
• Melalui
jalur biosintesa, GGDP akan diubah menjadi phytoene, diteruskan menjadi
lycopene, dan selanjutnya diubah lagi menjadi beta karoten. Secara alami, dalam
biji padi sudah terdapat GGDP, tetapi tidak mampu membentuk beta karoten.
Perubahan dari GGDP menjadi phytoene dilaksanakan oleh enzim phytoene synthase
(PHY) yang disandi oleh gen phy. Selanjutnya, gen crtI mengkode enzim phytoene
desaturase yang bertanggung jawab untuk mengubah phytoene menjadi lycopene. Ada
satu enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah lycopene menjadi beta karoten,
yaitu lycopene cyclase (LYC).
2.
Grapple
• Grapple
merupakan buah campuran genetik antara apel dan anggur. Buah yang berbentuk
seperti apel dengan tekstur sebuah anggur dan rasa dari kedua buah
tersebut.
• Buah
ini membuat ukuran dan bentuk apel, tekstur anggur, dan rasa dari kedua
sekaligus memberikan, kuat kekuatan tinggi dosis vitamin C.
3. Pluots
• Plum
dan aprikot merupakan buah-buahan lezat yang merupakan penggabungan antara plum
dan aprikot melalui proses rekayasa genetik, sehingga dikenal sebagai pluot.
• diperkaya
dengan vitamin C dan tidak memiliki natrium atau kolesterol.
4. Lemato
• Transgenik
itu mengubah gen basil jeruk Ocimum basilicum, yang menghasilkan enzim pembuat
aroma, geraniol synthase
• .
Tomat transgenik ini mempunyai warna merah muda karena hanya mempunyai
setengah antioksidan “lycopen”, dibandingkan dengan tomat
konvensional.
• Sebagai pengimbang rendahnya kadar lycopen,
tomat transgenik memiliki kadar ”terpenoid rawan” yang tinggi, yang
berguna sebagai antimikroial, pestisidal dan antifungal, sehingga tomat
itu lebih tahan lama dan hanya perlu sedikit pestisida untuk pertumbuhan.
5.
Jeruk darah
• Jeruk
darah mendapat warna merah khas mereka dari pigmen antosianin yang dikenal juga
bermanfaat bagi kesehatan
Hewan Transgenik
q Hewan
transgenik merupakan satu alat riset biologi yang potensial dan sangat menarik
karena menjadi model yang unik untuk mengungkap fenomena biologi yang spesifik
(Pinkert, 1994).
q Hewan
transgenik menurut Federation of European Laboratory Animal Associations adalah
hewan dimana dengan sengaja telah dimodifikasi genome-nya, gen disusun dari
suatu organisme yang dapat mewarisi karakteristik tertentu.
Teknologi
Transgenik Hewan
1.
DNA mikroinjeksi
• Gen
yang terpilih yang diambil dari spesies yang sama atau berbeda diinjeksikan ke
dalam pronukleus ovum yang telah dibuahi.
• Injeksi
ini menggunakan sejenis jarum yang sangat halus, dia dapat menembus membran
tanpa merusaknya. Ia masuk melalui protein integral.
• DNA
yang akan disisipkan, dimasukkan langsung ke dalam zigot dengan alat ini pada
awal pembentukan (belum membelah).
• Tidak
memerlukan vektor dalam teknik ini.
• Percobaan
DNA mikroinjeksi pertama kali dicoba pada tikus
2.
Transfer gen dengan media retrovirus
• Transfer
gen dengan media retrovirus menggunakan retrovirus sebagai vector, kemudian
menginjeksikan DNA ke dalam sel inang. DNA dari retrovirus berintegrasi ke
dalam germ untuk bekerja
3.
Teknologi sel stem embrionik
• Teknologi
yang melibatkan sel ES dan sel germ primordial, telah digunakan untuk
memproduksi host model tikus.
• Pluripotensial
sel ES didapat dari embrio pre-implantasi awal dan dipertahankan pada kultur
selama periode tertentu untuk menunjukkan beberapa manipulasi in vitro.
• Sel
mungkin diinjeksi langsung pada blastocoel blastosit host atau diinkubasi
bergabung dengan morula.
• Embrio
host kemudian ditransfer pada host intermediate atau betina pengganti untuk
kelanjutan perkembangan. Efisiensi produksi tikus chimera menghasilkan 30%
keturunan hidup yang mengandung jaringan terderivasi dari sel stem terinjeksi.
Contoh hewan
transgenik
1.
Nyamuk Transgenik untuk Penanggulangan DBD.
• Nyamuk
transgenik Aedes aegypti jantan dikembangkan para ilmuwan di bawah
bendera Oxitec, lembaga penelitian yang didirikan Universitas Oxford.
• Harapannya
adalah Nyamuk-nyamuk transgenik jantan yang dilepaskan akan mencari dan
mengawini betina A. aegypti di alam liar, bersaing dengan para pejantan
alami.
• Ketika nyamuk jantan transgenik kawin dengan
betina liar, keturunannya akan melalui tahap larva (jentik), tetapi mati
sebagai kepompong sebelum mencapai dewasa.
• Dengan
berulang-ulang melepaskan pejantan transgenik, maka populasi nyamuk pembawa
virus ini akan berkurang hingga di bawah tingkat minimum yang diperlukan untuk
mendukung penyebaran DBD.
• Metode
ini dianggap sebagai alternatif insektisida yang lebih aman karena nyamuk
jantan tidak menggigit atau menyebarkan penyakit, dan hanya kawin dengan betina
dari spesies yang sama
2.
Nyamuk Transgenik untuk Penanggulangan Malaria.
• Penanggulangan
Malaria dengan Nyamuk Transgenik adalah dengan cara introduksi/menyebarkan
nyamuk transgenik ke alam bebas.
• Nyamuk
membawa gen yang dapat menangkis infeksi dari parasit malaria.
• Memasukkan
gen GFP (green fluorescent protein atau protein berpendar hijau) ke
nyamuk transgenik sehingga mata nyamuk berpendar warna hijau
3. Angelfish
Angelfish (Pterophyllum)
• Merupakan modifikasi secara genetik bersinar dalam
akuarium di Taiwan International Aquarium Expo di Taipei 7 November 2012. Ikan
ini adalah angelfish pertama yang memancarkan fluoresen pink dan bisa terlihat
dalam kegelapan.
4.
Kambing Noori Noori,
• Merupakan seekor kambing Pashmina, di Fakultas
Kedokteran Hewan di Universitas Ilmu Pertanian dan Teknologi Sher-e-Kashmir
(SKUAST) di Shuhama, 25 km timur Srinagar, 15 Maret 2012.
• Noori
yang memiliki berat 1,3 kg dan lahir pada 9 Maret 2012 adalah kambing Pashmina
pertama hasil kloning.
• Memiliki
bulu yang hangat dan hidup di padang rumput di Ladakh dengan suhu udara yang
bisa mencapai minus 20 derajat Celsius.
5. Ikan Zebra
• Ikan
zebra ( Brachydanio rerio ) berfluoresens pertama hasil rekayasa
genetika sukses dikembangkan oleh beberapa ilmuwan untuk mendeteksi ada
polutan.
• Ikan zebra yang umumnya berwarna perak dengan
garis-garis hitam keunguan, sesudah disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang
disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka bisa memendarkan warna hijau atau
merah dari tubuhnya.
• Gen
penyebab dari ubur-ubur dapat mengaktifkan pancaran sinar pada ikan apabila
ikan ada didalam lingkungan yang memiliki kandungan bahan polutan
spesifik.
6.
Babi Transgenik
• Dua
babi transgenik terlihat menunjukkan protein fluorsen hijau di kuku-kukunya di
Harbin, Provinsi Heilongjiang, Cina, 26 Desember 2006.
7.
Monyet Marmoset
• Para
peneliti di Jepang sekali berhasil mengubah gen monyet sehingga akar rambut,
kulit dan darahnya akan berpendar hijau dibawah sinar khusus.
• Marmoset,jenis monyet ini mendapat
‘bantuan’ gen dari sejenis ubur-ubur yang bisa berpendar, sehingga diharapkan
marmoset ini akan dapat membantu studi mengenai Parkonson beberapa penyakit
lain.
• Protein
yang akan berpendar dibawah cahaya ultraviolet ini dapat membantu meneliti
keberadaan sel tumor, meneliti racun dan dapat memonitor kondisi perubahan gen.
Bahaya transgenik
Tahu dan tempe. Siapa yang tak tergoda dengan
makanan khas Indonesia ini. Rasanya yang gurih lagi bergizi membuat tahu dan
tempe digemari seluruh kelompok masyarakat mulai dari warga di kampung hingga
presiden di istana. Tapi, tahukah Anda, tahu dan tempe yang terhidang di meja
makan ternyata memakai bahan baku kedelai asal Amerika Serikat yang tak lain
adalah kedelai hasil rekayasa genetika alias kedelai transgenik? Secara tak
sadar, kita telah menjadi konsumen kedelai transgenik. Tanpa pernah kita tahu
sama sekali.
Data resmi menyebut Indonesia
setiap tahun mengonsumsi kedelai transgenik asal AS sebanyak 1,2 juta ton atau
mencapai lebih dari 75 persen total konsumsi kedelai nasional. Bahkan, ada saat
seluruh konsumsi kedelai impor Indonesia didatangkan dari AS. Padahal, nyaris
90 persen kedelai AS adalah kedelai hasil rekayasa genetika. Ironisnya,
Departemen Pertanian AS menyatakan tak bertanggung jawab terhadap produk
transgenik yang beredar ke pasar.
Apa pun faktanya, makanan
transgenik telah merambah dapur sehari-hari warga Indonesia. Mulai dari tahu,
tempe, kecap, kentang, buah-buahan, hingga susu bayi. Sejumlah makanan ringan impor
juga ditengarai memakai bahan baku tanaman transgenik. Hal inilah yang beberapa
waktu lalu disuarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Hal inilah yang juga
mengusik tim Sigi SCTV untuk menelisik keberadaan makanan transgenik di
Indonesia, belum lama ini.
Menurut Ketua YLKI Huzna Zahir,
pihaknya sejak 2002 hingga 2005 memantau dan menguji di laboratorium genetik
terhadap sejumlah makanan berbahan kedelai, jagung, kentang, dan gandum. Baik
yang beredar di pinggir jalan seperti tempe dan tahu, makanan ringan, hingga
susu formula bayi di supermarket. Hasilnya, sejumlah produk makanan positif
mengandung bahan transgenik. Huzna menambahkan bahwa bahan transgenik berbahaya
bagi kesehatan mulai dari menyebabkan alergi hingga kematian [baca: YLKI
Meminta Pemerintah Tegas Soal Produk Transgenik].
Namun, sejumlah produsen makanan
yang disebut YLKI mengandung transgenik membantah hasil pengujian tersebut.
Produsen susu bayi Nutrilon Soya mengklaim susu bayi buatannya tak memakai
bahan baku kedelai transgenik. Sayang, dalam selembar surat yang diberikan
kepada tim Sigi itu, pihak PT Nutricia Indonesia Sejahtera tak bersedia
diwawancarai.
Apa sebenarnya bahan makanan
transgenik? Secara singkat, tanaman transgenik adalah tanaman yang telah
direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang,
bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu. Misal, tomat yang disisipi
gen ikan agar tahan beku atau kedelai yang disuntik gen bakteri dalam tanah.
Transgenik menjadi alternatif agar hasil panen tahan dingin, melimpah, dan tak
mempan hama. Bahkan, tanaman direkayasa agar mampu membunuh hama yang menyerang
tumbuhan tersebut.
Makanan rekayasa transgenik memang
sudah menjadi kontroversi sejak 30 tahunan silam. Yang jadi soal adanya
rekayasa gen alias kode pembawa keturunan dari suatu makhluk ke makhluk lain
bahkan yang berbeda spesies sekali pun. Para aktivis pembela konsumen dan
lingkungan mengecam rekayasa seperti itu karena dinilai kebablasan dan melawan
kodrat alam. Selain tentu saja tak aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Tak heran jika di sejumlah negara termasuk Indonesia, produk transgenik kerap
menuai protes.
Di AS sendiri, teknologi transgenik
meluas sejak tahun 90-an. Data menunjukkan, 63 persen produksi jagung AS adalah
transgenik demikian juga dengan 83 persen produksi kapas. Porsi terbesar adalah
kacang kedelai yang mencapai 89 persen produksi. Tapi, tak semua pengembangan
transgenik di AS berujung sukses. Sebagian kalangan memandang produk transgenik
tak aman karena proses pembentukannya tak alami dan bisa menyebabkan mutasi
yang luas. Citra transgenik yang negatif ini berujung kegagalan bagi sebagian
petani. Produk pepaya hijau asal Hawaii yang tahan virus ringspot ditolak
negara-negara pengimpornya macam Kanada dan Jepang.
Lalu, bagaimana dengan produk
pangan transgenik lain seperti jagung, kedelai, dan buah-buahan? Jangan harap
makanan tersebut ada di bagian buah dan sayur-sayuran segar di supermarket AS.
Hampir seluruh produk transgenik di AS tak dijual dalam bentuk segar. Hasil
pertanian tersebut diproses menjadi makanan atau minuman ringan. Sirup jagung
misalnya, digunakan sebagai pemanis banyak minuman dan makanan. Tak seperti di
Eropa, AS tak mensyaratkan pemberian label bagi produk yang mengandung unsur
transgenik. Jadi tanpa disadari, warga AS juga mengonsumsi produk transgenik.
Walaupun hingga kini belum ada
bukti bahwa produk transgenik berbahaya bagi kesehatan. Produk transgenik terus
menuai kontroversi. Pengawasan pemerintah AS pun tetap kendor. Deptan AS memang
mengontrol penanaman tumbuhan transgenik namun tak bertanggung jawab atas
produk yang dilepas ke pasar. Absennya peran FDA (sejenis BPOM di Indonesia)
terhadap produk pangan transgenik menyebabkan kebanyakan jagung dan kacang
kedelai segar transgenik kerap menjadi makanan hewan dan ternak.
Pertanian transgenik saat ini telah
merambah 21 negara dengan total luas lahan mencapai 90 juta hektare. Dalam 10
tahun terakhir, tingkat pertumbuhan mencapai 47 kali lipat. Nilai bisnis produk
transgenik kini menembus Rp 50 triliun. Monsanto menjadi perusahaan AS yang
merajai pasar pertanian transgenik dunia.
Namun di Indonesia, Monsanto kurang
menuai sukses. Perusahaan ini bahkan mendapat izin mengkomersilkan puluhan ribu
hektare kapas transgenik jenis bolgard di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada
tahun 2000-an. Proyek ini gagal bahkan menuai protes petani. Pasalnya, hasil
panen tak seperti yang dijanjikan Monsanto.
Jejak transgenik Monsanto juga
ditemukan di Kediri, Jawa Timur. Sekitar empat tahun silam, perusahaan yang
berkantor pusat di St. Louis, Missouri, AS ini menguji coba jagung round up
yang tahan hama dan herbisida. Upaya ini pun berhenti di tengah jalan. Praktis,
tak ada satu pun tanaman transgenik yang tumbuh di Tanah Air. Namun, ini tak
berarti pasar Indonesia tak kebanjiran bahan pangan mau pun produk olahan
berbahan dasar transgenik.
Buktinya, tim Sigi yang
mencoba menelusuri konsumsi kedelai impor mendapati kenyataan yang
mencengangkan. Kedelai AS menjadi primadona warga di Kediri yang selama ini
terkenal sebagai kota penghasil tahu dan tempe terbesar di Jatim lantaran. Ini
lantaran kedelai AS berkualitas baik dan bersih. Ironisnya, para perajin sama
sekali tak tahu jika kedelai yang mereka beli adalah kedelai transgenik.
Tapi benarkah kedelai yang mereka
pakai untuk membuat tahu adalah kedelai transgenik? Tim Sigi mencoba
menguji tahu asal Kediri di laboratorium genetika yang terakreditasi secara
internasional. Diujikan pula sejumlah produk pangan lain yang pernah diuji
YLKI. Berdasarkan uji PCR (polymerase chain reaction, tahu-tahu dan
produk makanan tersebut positif mengandung unsur transgenik.
Bisa dikatakan, produk transgenik
tanpa disadari sudah menjadi makanan keseharian terutama makanan berbahan kedelai
dan jagung impor. Kenyataan inilah yang disayangkan YLKI. Pemerintah dianggap
tak berbuat banyak. Padahal di negara-negara Eropa, produk transgenik diberi
label agar konsumen tahu dan bisa menentukan pilihan. Di Indonesia sendiri,
telah terbit Peraturan Pemerintah No. 69/1999 dan PP No.28/2004 tentang
Pencantuman Label Produk Transgenik. Namun hal ini seolah hanya menjadi macan
kertas.
Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagai lembaga yang bertugas mengawasi setiap peredaran obat dan makanan di
negeri ini mempunyai sejumlah dalih. Kepala BPOM Husniah Thamrin menyebut bahan
transgenik aman dan diperbolehkan beredar melalui Undang-undang Nomor 7 tentang
Pangan yang diterbitkan tahun 1996. Husniah juga menunggu terbentuknya komite
keamanan pangan dan produk transgenik.
Begitu juga Departemen Pertanian.
Menteri Pertanian Anton Apriantono menjelaskan bahwa tak ada bukti ilmiah yang
kuat bahwa unsur transgenik mengganggu kesehatan. "Yang diperlukan adalah
pelabelan," tambah Anton Apriantono [baca: Label
Transgenik dalam Kemasan Makanan Dianggap Perlu].
Jika sudah begini, semua terpulang
kepada konsumen. Konsumen menjadi raja yang menentukan mau mengkonsumsi makanan
hasil rekayasa genetika atau tidak. Konsumen memiliki banyak hak antara lain
hak keamanan serta mendapat informasi yang benar dan tepat atas semua barang.
Dan ironisnya, hak itu yang belum sepenuhnya didapat untuk kasus makanan
berbahan transgenik di Tanah Air.(TOZ)
Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa
bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri,
mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik
adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari organisme lain. Gen yang
ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri, virus,
hewan, atau tanaman lain.
Secara
ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa
genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup
lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang
memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman
sebelumnya.
Secara
epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum
dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian
yang panjang, studi kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan
yang ketat, termasuk melalui analisis dampak lingkungan
untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi:
berdasarkan pendapat kelompok masyarakat yang pro dan
kontra tanaman transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi
kebutuhan pangan penduduk, tetapi manfaat tersebut belum teruji,
apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
Tujuan Transgenik
Tujuan memindahkan gen tersebut
untuk mendapatkan organisme baru yang memiliki sifat lebih baik. Hasilnya saat
ini sudah banyak jenis tanaman transgenik, misalnya jagung, kentang, kacang,
kedelai, dan kapas. Keunggulan dari tanaman transgenic tersebut umumnya adalah
tahan terhadap serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam pembuatan transgenik
dilakukan untuk kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak
yang tidak diinginkan, yaitu dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut.
APLIKASI TRANSGENIK
2.1.Pemanfaatan Organisme Transgenik dan Produk yang Dihasilkannya
Teknologi DNA rekombinan atau
rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang
kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut
berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG),
yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO).
Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa
pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan
oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme
transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas.
Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan organisme
transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan
manusia.
1. Pertanian
Aplikasi teknologi DNA rekombinan di
bidang pertanian berkembang pesat dengan dimungkinkannya transfer gen asing ke
dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens (lihat Bab XI).
Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman transgenik seperti
tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan
kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pada tahun 1996 luas areal untuk
tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun
kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika
Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3
juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia
sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan
transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton,
dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi
jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai,
kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang
masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu,
tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang
peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA
rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan
kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada
sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan
fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi
(recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine
somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak
transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning
domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
Pada
dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan
ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan
upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan
produksi pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang
jauh melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di
samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat
ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata.
Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk
pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang
lebih tinggi.
2.
Perkebunan, kehutanan, dan florikultur
Perkebunan
kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi
saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan
perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan
perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang
lebih kuat.
Di bidang kehutanan telah
dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik.
Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman
anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah
dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna
bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
3.
Kesehatan
Di bidang
kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat
dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya
penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis
berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik
rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi
penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan
cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas
sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang
sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa.
4.
Lingkungan
Rekayasa
genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya
penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang
sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan
untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah
ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai
di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang
bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi
yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini
dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen
bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air
raksa organik.
5.
Industri
Pada industri pengolahan
pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan
produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang
diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme
transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa
makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya
saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik.
3.1.Dampak Positif Transgenik
- Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik
lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit.
- Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi
lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya
kelaparan.
- Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan
menyehatkan.
3.2. Dampak
Negatif Transgenik
Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik
meliputi beberapa aspek yaitu:
- Aspek sosial
Yang meliputi:
1.
Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari
babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan
kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen
dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan
kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh
mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya
organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi
kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai
moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi
(transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari
embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk
pelanggaran terhadap norma agama.
2. Aspek etika dan
estetika
Penggunaan bakteri E coli sebagai
sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala
industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian
masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli
merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada
umumnya diisolasi dari tinja manusia.
- Aspek ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil
rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas
serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu
menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari
tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan
pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak
goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila
dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam
eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim
yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein
hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan
pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.
- Aspek kesehatan
1.
Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik
di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang
berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh,
transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung
secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan
kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi
alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan
konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya
kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan
toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap
makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme
tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin,
alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari
peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape
(Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui
mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula,
tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga
ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
2. Potensi menimbulkan
penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa
munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam
organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru
atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang
terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing
nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal
terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya
dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena
itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas
transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut
dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik
yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila
digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas
yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada
sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari
bahan karet transgenik.
Selain pada manusia, organisme
transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di
Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan
kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena
yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung
pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari
negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga
diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.
- Aspek lingkungan
1.
Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah
memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun
1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami
ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang
mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat
menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga
dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya
plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida
yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed
(Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma
ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja
yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida
tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian
organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi
eksistensi plasma nutfahnya.
2. Potensi pergeseran
gen
Daun tanaman tomat transgenik yang
resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar
yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.
Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena
semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan
organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal
pertanamannya.
3. Potensi pergeseran
ekologi
Organisme transgenik dapat pula
mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap
suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin,
setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan
tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan
lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
4. Potensi terbentuknya
barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme
transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan
tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya
superpatogenitas pada mikroorganisme.
5. Potensi mudah
diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada
umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama
beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini
mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih
disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman
transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan
kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri
yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi
peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan
penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan
masalah tersendiri bagi lingkungan.
Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:
1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan
keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai
racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel
ini, kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja
aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari
golongan yang sesuai virulensinya.
2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut,
crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan
dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari
tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini
diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai
transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen. Dalam artikel
ini, penulis berpendapat bahwa alergi tersebut belum tentu disebabkan karena
konsumsi tanaman transgenik. Hal ini
dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum
tentu allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama
untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil
dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak
berfungsi lagi.
Masyarakat
tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat menerima
dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang
- Berubahnya urutan
informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang bersangkutan
juga berubah.
- Bakteri hasil rekayasa
yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak dapat
diperkirakan.
- Kemungkinan menimbulkan keracunan.
- Kemungkinan menimbulkan alergi
- Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh
manusia dan tahan antibiotik.
Proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas ke
masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang ,studi kelayakan dan uji
lapangan dengan pengawasan yang ketat ,termasuk analisis dampak lingkungan
untuk jangka pendek dan jangka panjang
.
Berdasarkan kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap tanaman transgenik
memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk ,tetapi manfaat
tersebut belum teruji ,apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya .
Cara pembuatan tanaman transgenik adalah gen yang telah
diisolasi dan kemudian dimasukkan kedalam sel tanaman.Melalui suatu sistem
tertentu ,sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel
tanaman yang tidak membawa gen.Tanaman pembawa gen ini kemudian ditumbuhkan
secara normal .Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena
ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke tanaman
tersebut .
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara
disisipi satu atau sejumlah gen .Gen yang dimasukkan itu disebut transgene,bisa
diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lalin sama sekali
.Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu
.Misal pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi
memanfaatkan gen bakteri tanah Basillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang
mematikan bagi hama tertentu .Gen Bt ini dimasukkan ke rangkaian gen tanama
jagung .Sehingga tanama resipien atau jagung juga mewariskan sifat toksis bagi
hama .Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati
II.II Prosess Transgenik
Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada
penjelesan tentang plasmid (lihat Bab XI).Pada dasarnya ada tiga kemungkinan
yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan ,yaitu:
(1) Sel inang tidak dimasuki DNA atau berarti tranformasi
gagal .
(2)Sel inang dimasiki vektor religasi atau berrti ligasi
gagal.
(3) Sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan atau tanpa
fragmen sisipan atau gen yang diinginkan .
Untuk membedakan antara kemunngkinan pertama dan kedua
dilihat perubahan sifaf yang terjadi pada sel inang .Jika sel inang
memperlihatkan dua sifat marker vektor ,maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan
kedualah yang terjadi ,Selanjutnya untuk membedakan antara kemungkinan kedua
dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pad sel inang. Jika sel
inang hanya memperlihatkan salah satu sifat diantara kedua marker vektor , maka
dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi .
Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman ,yaitu
memperbaiki sifat –sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap
cekaman hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan
,sehingga tanaman transgenik memiliki kualitas lebih baik dari tanaman
konvensional,serta bukan hal baru karena sudah lama dilakukan tapi tidak di
sadari oleh masyarakat.
Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri
Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang
dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama,
yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah
berhasil dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman
transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan
manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan
adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat
pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian di
dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia
merupakan kedelai transgenik.
Aplikasi Tanaman Transgenik
v Aplikasi yang telah dikembangkan
Beberapa tanaman transgenik telah diaplikasikan untuk menghasilkan tiga
macam sifat unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang dihasilkan
tidak mudah busuk. Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat tahan hama
telah diproduksi secara massal dan dipasarkan di dunia. Gen asing yang banyak
digunakan untuk sifat resistensi hama ini adalah gen penyandi toksin Bt dari
bakteri Bacillus thuringiensis. Sejak tahun 1996, Monsanto, salah satu
perusahaan multinasional di bidang bioteknologi, telah menjual benih kapas
transgenik dengan merek dagang "Bollgard". Selain itu, tanaman
kedelai dan kanola tahan herbisida juga telah dijual ke berbagai negara,
termasuk Indonesia, dengan merek "Roundup Ready".
v Aplikasi yang sedang dikembangkan
Dalam tahap penelitian, tanaman transgenik sedang diaplikasikan untuk
menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, seperti vitamin A
dan vaksin. Untuk produksi vaksin yang dapat dimakan (edible vaccine), contoh
tanaman yang sedang dikembangkan adalah pisang, kentang, dan tomat. Salah satu
tanaman transgenik yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah
penderita defisiensi (kekurangan) vitamin A adalah padi emas. Aplikasi lain
yang sedang dikembangkan adalah penggunaan tanaman untuk membersihkan polusi
tanah dari senyawa beracun (seperti arsen) dan logam berat (contohnya merkuri).
Gen asing dari bakteri ditransfer ke dalam tembakau dan Arabidopsis sehingga
kedua tanaman tersebut dapat menarik merkuri dalam tanah dan mengubahnya
menjadi senyawa yang mudah menguap serta tidak berbahaya.
Seleksi genetik untuk pemuliaan
tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan sejak tahun 8000
SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia.
Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua
proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak
menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak. Contoh hasil pemuliaan
tanaman konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat
dengan tetuanya, yaitu durian liar. Hal ini dikarenakan manusia telah menyilangkan
atau mengawinkan durian liar dengan varietas lain
untuk mendapatkan durian dengan sifat unggul seperti durian montong.
Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977
ketika bakteri Agrobacterium tumefaciens
diketahui dapat mentransfer DNA atau gen
yang dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama,
yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil
dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik
untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia.
Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah
jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika
Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah
pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di
dunia merupakan kedelai transgenik.
Tanaman transgenik di Indonesia
Pada tahun 1999,
Indonesia pernah melakukan uji coba penanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan. Uji coba itu dilakukan oleh PT Monagro Kimia dengan memanfaatkan benih kapas
transgenik Bt dari Monsanto. Hal itu mendatangkan banyak protes dari berbagai LSM sehingga pada bulan September 2000, areal kebun
kapas transgenik seluas 10.000 ha gagal dibuka. Di tahun yang sama, kampanye
penerimaan kapas transgenik diluncurkan dengan melibatkan petani kapas dan ahli dalam dan luar negeri. Kasus
tersebut berlangsung dengan pelik hingga pada Desember 2003, pemerintah
Indonesia menghentikan komersialisasi kapas transgenik. Suatu studi kelayakan
finansial terhadap kapas transgenik sempat dilakukan pada tahun 2001 di tiga
kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Bulukumba, Bantaeng, dan Gowa. Hasil studi tersebut menunjukkan
bahwa budidaya kapas transgenik lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan kapas nontransgenik.
Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Badan Litbang)
telah menargetkan Indonesia untuk memiliki padi dan jagung transgenik di tahun 2010 sehingga
tidak perlu lagi melakukan impor beras dan jagung. Menurut Dr. Ir. Sutrisno, Kepala Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Indonesia telah melakukan penelitian di bidang rekayasa
genetika tanaman yang seimbang bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, dalam hal komersialisasi produk transgenik
tersebut, Indonesia dinilai agak tertinggal. Melalui BB-Biogen, berbagai riset tanaman transgenik yang meliputi padi, kedelai, pepaya, kentang, ubi
jalar, dan tomat, masih terus dilakukan oleh
Indonesia Pada tahun 2010, sebanyak 50% dari kedelai impor yang digunakan di Indonesia merupakan
produk transgenik yang di antaranya didatangkan dari Amerika
Serikat. Hal ini
menyebabkan sebagian besar produk olahan kedelai, seperi tahu, tempe, dan susu
kedelai telah terbuat
dari tanaman transgenik.
Untuk mengatur
keamanan pangan dan hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman transgenik,
Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri
Kesehatan, dan Menteri
Negara Pangan dan Hortikultura telah mengeluarkan keputusan bersama pada tahun 1999.Keputusan tentang
“Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika
Tanaman” No.998.I/Kpts/OT.210/9/99;
790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut
mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan pangan. Di dalamnya juga diatur pemanfaatan
produk tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan
kesehatan manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.
Deteksi tanaman transgenik
Untuk mendeteksi dan membedakan tanaman transgenik dengan
tanaman alamiah lainnya, telah dikembangkan beberapa teknik dan perangkat uji.Salah satu uji kualitatif yang cepat dan
sederhana adalah strip aliran-lateral (semacam tongkat ukur). Benih tanaman yang akan diuji dihancurkan terlebih dahulu
kemudian strip tersebut dicelupkan ke dalamnya.Apabila dalam waktu 5-10 menit
muncul dua garis pada strip maka sampel tersebut positif merupakan tanaman
transgenik, sedangkan bila hanya satu pita yang didapat maka hasil yang
diperoleh adalah negatif. Teknik ini berdasarkan pada deteksi
keberadaan protein atau antibodi spesifik dari
tanaman transgenik.
Uji lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi tanaman
transgenik adalah reaksi
berantai polimerase (PCR) dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Uji PCR
merupakan salah satu metode diagnostik molekular yang mendeteksi DNA atau gen pada
tanaman transgenik secara langsung. Sementara itu, ELISA dan strip
aliran-lateral merupakan metode imunodiagnostik (metode diagnostik menggunakan
prinsip reaksi antigen–antibodi) yang mendeteksi protein hasil ekspresi gen
pada tanaman transgenik.
Menanam jagung transgenik DK 9132 produksi Monsanto kali ini
tak lain untuk mengejar peningkatan produktivitas dan menekan biaya produksi
jagung, yang pada akhirnya untuk meningkatkan pendapatannya. Selama ini
produktivitas jagung hibrida DK 818 tidak jelek-jelek amat. Produktivitas
rata-rata per hektar 9 ton jagung panen dengan kadar air hingga 30
persen. Keinginan menanam jagung transgenik DK 9132 karena tanaman
tersebut memiliki keunggulan tahan herbisida dan lebih tahan serangan hama penyakit,
seperti ulat daun dan tongkol serta penyakit bule. Dengan menghemat pestisida
dan ongkos tenaga kerja, saya dapat mengurangi biaya produksi jagung saya.
Wanita yang mengusahakan lahan pertanian untuk tanaman padi
dan jagung asal San Bartolome, Concepcion, Filipina, juga membudidayakan jagung
transgenik. Pilihannya jagung hibrida transgenik Bt Corn, produksi Syngenta.
Dia memilih menanam jagung transgenik yang tahan hama penyakit untuk
menghindari penurunan produksi. Julie sebenarnya merasa belum perlu menanam
jagung transgenik dengan dua keunggulan, tahan herbisida dan hama penyakit,
karena gangguan gulma masih bisa diatasi secara manual. Produktivitas jagung
yang dibudidayakan mencapai 8-9 ton per hektar dengan kadar air hingga 30
persen.
Produk benih jagung transgenik kini terus berkembang pesat.
Tidak saja menawarkan tahan herbisida, tetapi juga tahan insektisida atau hama
penyakit. Monsanto, produsen benih raksasa asal AS, mulai menawarkan tanaman
jagung transgenik yang memiliki dua keunggulan itu di Filipina. Dengan merek
dagang DK 9132 RRC2/YG. RRC2/YG berarti tahan herbisida dan hama penyakit,
terutama penggerek batang, bule, dan buah serta ulat daun.
Sering dijumpai saat menanam jagung petani disibukkan dengan
kehadiran gulma. Perlu dana khusus untuk menyiangi gulma agar pertumbuhan
tanaman jagung optimal. Dalam kegiatan usaha tani jagung skala luas, penyiangan
jagung dari gangguan gulma, baik gulma keras dalam bentuk alang-alang maupun
gulma lunak, sangat merepotkan. Ongkos tenaga kerja yang harus dikeluarkan juga
besar. Dengan benih transgenik tahan herbisida, petani tak perlu menyiangi
gulma. Tanaman jagung yang tengah tumbuh bisa disemprot herbisida bersamaan
dengan gulmanya. Gulma mati, pertumbuhan jagung tak terganggu. Ini terjadi
karena gen yang tahan herbisida ditransfer ke benih jagung DK 9132.
Adapun benih jagung yang tahan insektisida lebih tahan
terhadap ulat jagung, baik ulat daun maupun buah, serta tahan penyakit bule.
Bagi petani, biaya untuk membeli insektisida per hektar mencapai 3.000 peso
atau sekitar Rp 750.000 sehingga hadirnya benih transgenik amat menekan biaya
produksi. Bagi petani, serangan hama penyakit jagung tak terelakkan lagi. Dalam
kondisi tertentu, hama penyakit bisa menyerang tanaman jagung hingga luasan
60-80 persen dari total pertanaman 500.000 hektar.
Adapun gangguan gulma juga sangat merepotkan. Petani Filipina
kesulitan menyiangi gulma karena minim tenaga kerja. Banyak warga Filipina yang
memilih pergi ke kota daripada menjadi buruh tani. Dua masalah itulah yang membuat
petani jagung Filipina berpaling ke jagung transgenik. Petani Filipina umumnya
memiliki lahan pertanian yang relatif lebih luas dari kepemilikan petani
Indonesia. Di Tarlax, misalnya, banyak petani yang memiliki lahan pertanian
lebih dari dua hektar. Luasnya kepemilikan lahan membuat petani kesulitan
melakukan penyiangan secara manual.
Terkait subsidi, petani jagung di Filipina sama sekali tidak
mendapat subsidi dari pemerintah, baik subsidi benih maupun pupuk. Oleh karena
itu, mereka harus memacu produktivitas setinggi mungkin dan menekan biaya
produksi serendah mungkin untuk meningkatkan pendapatan.
Masih bisa diatasi
Para petani sekaligus pengurus organisasi tani Kontak Tani
Nelayan Andalan (KTNA), yang turut dalam pertukaran petani Asia 2010 yang
digagas croplife, umumnya menyatakan perlunya peningkatan pendapatan petani
Indonesia melalui introduksi benih yang bisa memacu peningkatan produktivitas.
Harapan yang sama diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Jagung
Nasional Maxdeyul Sola. Menurut dia, budidaya jagung di Indonesia ke depan
harus seefektif mungkin jika mau punya daya saing di pasar dalam negeri ataupun
dunia. Harga jagung di pelabuhan Indonesia harus sama dengan harga di pelabuhan
negara lain, seperti AS.
Jika kalah kompetitif, produk jagung negara lain akan menyerbu
pasar jagung Indonesia. Karena itu, adopsi teknologi sangat diperlukan. Melalui
teknologi, selain bisa meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan
produktivitas, juga dapat menciptakan daya saing harga dengan jagung impor.
Ternyata tanaman jagung transgenik tidak meningkatkan produktivitas.
Bibit transgenik hanya menjaga tanaman dari serangan gulma dan
hama penyakit. ”Di Indonesia, gulma masih bisa diatasi petani sendiri dan hama
penyakit jagung masih bisa dikendalikan,” tegas Suyamto. Terkait serbuan jagung
impor, tidak perlu khawatir meski harus waspada. Banyak negara menggenjot
produksi jagungnya untuk memenuhi permintaan industri etanol, seperti AS. Jadi,
pasar jagung dunia tetap akan terbuka lebar. Pengembangan produk transgenik di
Indonesia harus terus dilakukan agar suatu saat Indonesia benar- benar siap
menghadapi berbagai tantangan baru itu.
Tanaman tebu tahan kering transgenik buatan Indonesia tengah
dikembangkan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XI bekerjasama dengan Universitas
Jember. Tanaman penghasil pemanis pangan dan minuman itu diharapkan merupakan
tanaman transgenik pertama di Indonesia yang diharapkan bisa dikembangkan
massal pada tahun ini atau awal tahun depan.
Tim Teknis Lingkungan dan Tim Teknis Keamanan Pangan Komisi
Keamanan Hayati telah merekomendasikan tebu transgenik itu. Tahun ini juga
diharapkan muncul rekomendasi Tim Teknis Keamanan Pakan dari Komisi Keamanan
Hayati.
Indonesia memerlukan teknologi transgenik untuk
menghasilkan benih tebu tahan kering yang bisa dibudidayakan di Nusa Tenggara
Timur (NTT). Indonesia juga banyak memerlukan benih tanaman pangan seperti
padi, jagung dan lainnya yang tahan banjir/rendaman. Diharapkan tanaman hasil
rekayasa genetika itu juga lebih tahan terhadap hama penyakit, sehingga
produktivitasnya bisa meningkat. Teknologi ini diperlukan Indonesia untuk
mensiasati perubahan iklim global dalam menghasilkan kecukupan pangan di dalam
negeri.
Saat ini yang mengembangkan produk transgenik adalah
perusahaan multinasional seperti Monsanto, Dupont, Syngenta dan Bayer.
Diperlukan investasi yang besar untuk mengembangkan tanaman transgenik dengan
kemungkinan resiko gagal. Perusahaan-perusahaan di Indonesia belum ada yang
jadi pengembang tanaman transgenik, melainkan hanya untuk perbanyakan. Sehingga
untuk produk transgenik seolah-olah menjadi monopoli multinasional.
Ada beberapa keunggulannya tanaman transgenik. Pertama adalah
kemampuannya mengatasi penyakit, misalnya tahan hama penggerek batang. Bilamana
hama atau serangga memakan tanaman ini maka serangga/hama itu akan mati. Kedua,
tanaman transgenik tahan herbisida. Dengan teknologi transgenik mereka berhasil
mengembangkan herbisida yang hanya mematikan rumput sementara tanaman utamanya
tidak mati. Sehingga biaya tenaga kerja turun dan tidak lagi perlu biaya untuk
membalikkan lahan.
Tanaman transgenik di indnesia
Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik, baik
dengan persilangan tanaman secara konvensional maupun dengan bioteknologi
melalui rekayasa genetika.
Kehadiran teknologi transformasi memberikan wahana bagi
pemulia tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih luas. Untuk
membentuk tanaman transgenik, gen yang ditransfer dalam genom suatu tanaman
haruslah gen yang bermanfaat yang belum dimiliki oleh tanaman dan dapat berasal
dari spesies lain seperti bakteri, virus, atau tanaman lain. Teknik rekayasa
genetika dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemulia tanaman
yang sudah mapan dan telah digunakan selama bertahun-tahun.
Rekayasa genetika memiliki potensi sebagai teknologi yang ramah lingkungan
dan dapat membantu mengatasi masalah pembangunan pertanian, yang tidak dapat
dipecahkan secara konvensional. Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan
produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah,
salah satu kendala utamanya adalah faktor biotik, seperti hama dan penyakit.
Melalui rekayasa genetik sudah dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki
sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, herbisida, atau
peningkatan kualitas hasil. Tanaman tersebut sudah banyak ditanam dan
dipasarkan di berbagai negara.
Disamping hal positif dari tanaman transgenik, terdapat kekhawatiran
sebagian masyarakat bahwa tanaman transgenik tersebut akan mengganggu, merugikan
dan membahayakan keanekaragaman hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia,.
Kekhawatiran tersebut disebabkan oleh adanya anggapan bahwa tanaman hasil
rekayasa genetik dapat memindahkan gen ke kerabat liar dan menjadi gulma super,
menimbulkan dampak negatif bagi serangga berguna, menyebabkan alergi,
keracunan, atau bahkan bakteri di dalam perut menjadi resisten terhadap
antibiotik akibat penggunaan markah tahan antibiotik dalam tanaman transgenik.
Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian teknis aspek keamanan
hayati sebelum produk rekayasa genetik digunakan dan dikomersialkan.
Sehubungan dengan hal tersebut telah dikeluarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk
Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik ( PBPHRG ). Namun di dalam
Keputusan Menteri Pertanian tersebut belum mencangkup aspek keamanan pangan,
oleh sebab itu SK tersebut telah direvisi menjadi Keputusan Bersama antara
Menteri Pertanian; Menteri Kehutanan dan Perkebunan; Menteri Kesehatan; dan
Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tentang keamanan hayati dan keamanan
pangan yang telah ditandatangani pada 29 September 1999.
Dalam tulisan ini diuraikan status penelitian dan pengembangan rekayasa
genetika tanaman, persepsi masyarakat terhadap tanaman transgenik dan
manfaatnya, kekhawatiran terhadap tanaman transgenik, pengaturan keamanan
pangan di negara lain, peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan di
Indonesia, serta pengujian keamanan hayati tanaman transgenik.
Kondisi di Indonesia
Keragaman hayati
yang melimpah di Indonesia merupakan bahan mentah penting untuk perkembangan
bioteknologi modern, yang antara lain dapat digunakan sebagai sumber gen-gen
baru untuk mengkonstruksi tanaman transgenik (Suwanto, 1998). Sebagian besar
keragaman hayati yang ada merupakan anugerah alam terpaut lokasi geografis yang
memberikan harapan untuk mengejar ketertinggalan kita dalam persaingan
agribisnis internasional yang semakin ketat. Oleh karena itu, sangat diperlukan
iklim yang kondusif dalam penelitian- penelitian untuk memanfaatkan keanekaan
hayati. Tidak hanya terbatas pada mendata atau mengaguminya saja, tetapi untuk
memanfaatkannya secara optimal. Pada saat ini hal tersebut dapat dilakukan
antara lain dengan mengintegrasikannya dengan aktivitas bioteknologi dan
bioinformatika (Strohl, 2000) dalam ruang lingkup biokompleksitas
(biocomplexity programs) yang sedang gencar dibicarakan sebagai suatu
cutting-edge research strategy di negara-negara maju. Supaya tidak tertinggal
lagi seperti pada teknologi yang lain, kita perlu mencermati hal ini dan segera
memilih strategi terbaik untuk implementasinya.
Saat ini di Indonesia telah ada sejumlah pusat penelitian dengan sejumlah
sumberdaya manusia (SDM) yang memadai untuk melakukan kegiatan penelitian di
bidang bioteknologi modern. Meskipun demikian, jumlah SDM itu masih berada di
bawah ambang batas minimal critical mass. Selain itu, hanya beberapa institusi
saja yang memiliki sarana agak memadai·untuk memfasilitasi kegiatan tersebut.
Hampir semua institusi penelitian yang tergolong terkemuka di Indonesia masih
jauh tertinggal dalam hal kondisi infrastruktur dan kemampuannya dalam
mengimplementasikan cutting-edge research strategies. Sebagai contoh,
Bioinformatika yang merupakan disiplin paduan antara Ilmu Komputer dan Biologi
Molekuler, telah menjadi salah satu strategi riset andalan negara maju dan
sejumlah negara berkembang seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand sejak
sekitar 5-8 tahun yang lalu. Singapura telah mengantisipasinya dengan
mendirikan pusat bioinformatika dan telah melakukan analisis mengenai
Microarray Technology (DNA Chips Technology) serta riset biologi in silico yang
akan menjadi landasan ilmu -ilmu pertanian, kedokteran, dan lingkungan masa
depan. Malaysia telah membentuk National Biotechnology and Bioinformatics
Network (NABBinet) yang berada langsung di bawah Ministry of Science,
Technology and the Environment. Sementara itu di Indonesia, khususnya institusi
pemerintahan terkait, belum menunjukkan sinyal antisipasi kemajuan dalam
Bioinformatika dan teknologi turunannya. Padahal Singapura dan Malaysia telah
mulai mendiskusikan kemungkinan untuk mendapatkan dana bagi Asia-Pacific
Bioinformatics Network (AP-Bionet) dari komunitas negara-negara APEC.
Dalam hal pengaturan
produk transgenik telah dibuat aturan tersendiri yang melibatkan sejumlah
Departemen terkait. Peraturan ini nampaknya sudah memadai, meskipun dalam
perkembangannya nanti masih perlu dilakukan sejumlah revisi. Yang tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana implementasinya. Untuk mendeteksi Genetically
Modified Organisms (GMOs) sendiri masih belum dibuat mekanisme dan prosedur
untuk deteksinya, misalnya berapa ambang batas suatu produk disebut GMO-free,
dan piranti deteksi apa yang akan digunakan. Ketersediaan informasi dan sarana
ini sangat diperlukan untuk mempertimbangkan mengenai kebijakan pelabelan atau
aspek legal dari masalah yang berhubungan dengan produk transgenik.
Introduksi tanaman transgenik atau produk pangan yang dihasilkannya perlu dievaluasi
dengan hati-hati sebagaimana yang dilakukan pada proses pelepasan sejumlah
varitas tanaman atau pemasaran produk pangan baru. Peraturan yang dibuat untuk
evaluasi seharusnya diambil berdasarkan data ilmiah yang memadai, atau
berdasarkan pertimbangan rasional yang secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga peraturan tersebut tidak hanya melindungi
konsumen dari bahaya nyata, tetapi juga memungkinkan konsumen untuk
memanfaatkan produk transgenik dan teknologi yang mendasarinya secara maksimal.
Meskipun demikian, peraturan yang dibuat hendaknya tidak menimbulkan kerumitan
baru yang tidak perlu. Peraturan dan kekawatiran yang berlebihan tidak hanya
akan menyurutkan perkembangan bioteknologi, suatu disiplin ilmu yang seharusnya
dikuasai dengan baik untuk dapat memanfaatkan megabiodiversitas nasional secara
optimal, tetapi juga dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari
masalah-masalah yang lebih penting dan mendesak. Oleh karena itu, pendidikan
masyarakat mengenai bioteknologi (biotechnology literacy), khususnya rekayasa
genetika, dan pembentukan komisi nasional atau badan sejenis yang khusus
menangani Bioteknologi Modern, seharusnya menjadi agenda utama bagi penentu
kebijakan yang berhubungan dengan masalah keamanan produk transgenik.
Tebu
transgenik universitas jember
PT.Nusantara XI tertarik
mengembangkan bahan tanaman unggul yang sesuai untuk lahan kering. Pada tahun
2013, tanaman tebu hasil produk rekayasa genetika ( PRG ) toleran kekeringan
baru saja mendapat persetujuan dari kementrian pertanian dan di lepas sebagai
varietas baru yaitu tebu transgenik. Keberhasilan ini tidak lepas dari
kontribusi , Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia Tanaman Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam- Universitas Jember. PRG yang bernama resmi NXI-4T merupakan
PRG yang dirakit oleh peneliti – peneliti di lingkungan PTPN XI yang bekerja
sama dengan peneliti dari PT.Ajinomoto Jepang,sebagai penyedia materi genetik
serta peneliti dari Universitas Jember .
NXI-4T di rakit dari jenis tebu BL (sebagai
tetua / tebu asal ) yang di transformasi diinsersi) dengan gen BetA di daat
dari kerjasama PT.Ajinomoto Jepang. Proses perakitan tebu NXI-4T di awali
dengan transformasi genetik menggunakan explant kalus tebu BL dan Agrbacterium
tumeflacent yang membawa konstruk (kaset) gen Bet A dengan penanda gen ketahan
terhadap antibiotik higromysin, dan kemudian di regenerasi menjadi plantet tebu
tranforman. Kemudian di uji dan di analisa secara molecular, biokimiawi,
fisiologis, dan penampilan fenotipnya secara terbatas dalam rumah kaca.
Kemudian hasilnya di jadikan acuan untuk memilih event tebu transformant yang
digunakan untuk lapang uji terbatas (UT/Cnfined Field Trial) dengan seijin dan
dibawah pengawasan tim teknis komisi keamanan hayati PRG.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM, tugas field trip
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar