Cari Blog Ini
Sebagai salah seorang mahasiswa farmasi, Ilmu SAINS sangat penting bagi para mahasiswa baru dan lama baik sebagai referensi makalah maupun tugas akhir perkuliahan (skripsi). Dengan dasar ini maka saya berinisiatif untuk membuat blog ini, dengan salah satu harapan saya bisa membantu para mahasiswa di indonesia maupun di dunia agar lebih mudah mencari sumber rujukan. #tetap semangat untuk kalian semoga lekas selesai dan meraih gelar sarjana.
Analisis Obat Analgetik-Antipiretik. ppt Maret 28, 2020
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM perincian hasil dan metode penelitian Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
UJI STABILITAS
FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
Disusun
oleh :
Nama : Farid Aziz
NIM : G.20.14 00.11
KEPADA
DEPARTEMEN
FARMASI
FAKULTAS
SAINS DAN FARMASI
UNIVERSITAS
MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2018
UJI
STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM
Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
Disusun
oleh :
Nama : Farid Aziz
NIM : G.20.14 00.11
Mengetahui,
Dosen
Pembimbing
(Swastika
Oktaviani S.Si., M.Sc)[L2]
FORM NILAI LAPORAN FIELD TRIP
FAKULTAS SAINS DAN FARMASI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
Setelah membaca dan mempelajari naskah laporan Field
Trip mahasiswa berikut
Nama |
: |
Farid Aziz |
NIM |
: |
G.20.15.0011 |
Departemen |
: |
Farmasi |
Judul Laporan |
: |
UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM KRIM |
Mahasiswa
tersebut pantas dan layak untuk mendapatkan nilai ………….
Menyetujui Dosen
Pembimbing (Swastika Oktaviani, S.Si., M.Sc)[L3] |
Mengetahui Bagian
Akademik (Afifah
Nur Shobah, S.Si., M.Sc.) |
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Krim
adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, 2014). Diantara
sediaan krim yang banyak beredar di pasaran adalah krim yang mengandung zat
aktif betametason. Betametason adalah glukokortikosteroid sintetik ampuh yang
secara luas digunakan untuk pengobatan peradangan dan alergi (Manassara, 2010).
Sediaan krim betametason biasanya di kemas dalam kemasan tube alumunium atau wadah
tertutup rapat, pada suhu 250C. Penyimpanan diperbolehkan antara 15o
C dan 30o C (Depkes, 2014).
Kemasan
suatu produk memiliki peran sangat penting untuk menjaga kualitas, potensi dan
keamanan produk farmasi. Hal ini dikarenakan bahan pengemas yang tidak sesuai
akan mempengaruhi kualitas dan stabilitas dari suatu sediaan farmasi, sehingga
zat aktif dalam obat tidak lagi memberikan efek yang maksimal kepada pasien
(Sabah, 2014).
Tube
alumunium adalah wadah yang menarik perhatian yang memungkinkan suatu jumlah
yang terkontrol disajikan dengan mudah, mudah dibuka dan perlindungan produk
yang memadai. Tube alumunium memiliki nilai ekonomis karena mengemat biaya
pengangkutan produk yang disebabkan massa produk yang lebih ringan
(Kurniawan & Sulaiman, 2009).
Selain tube alumunium wadah tertutup
yang sering digunakan sebagai wadah sediaan krim adalah polietilen. Polietilen
adalah polimer dari monomer yang dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari
gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan batubara. Sifat
permeabilitasnya yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik maka polietilen dengan
ketebalan 0,001 – 0,01 inch banyak
digunakan untuk mengemas bahan pangan, plastik polietilen termasuk golongan
termoplastik sehingga dapat dibentuk. Salah satu jenis polietilen yang memiliki
jenis densitas yang baik adalah HDPE (High
Density Polyethylene). HDPE adalah jenis polietilen yang memiliki sifat
lebih kuat dripada LDPE (Low Density Polyethilene[L4] )
dan MDPE (Medium Density Polyethylene),
tahan terhadap suhu tingi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan
disterilisasi (Mandei, 2011).
Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa
kemasan plastik polipropilen, plastik polietilen dan kertas lilin sebagai
kemasan dapat menekan peningkatan kadar air, bilangan peroksida dan jumlah
bakteri (Johnrencius, 2017). Selain
penggunaan jenis kemasan suhu juga berpengaruh terhadap kandungan asam askorbat
dalam sediaan tablet vitamin C yang ada di pasaran terutama pada penyimpanan
suhu panas berlebih (480C) (Yuda & Suena, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
maka perlu dilakukan pengujian stabilitas sediaan krim. Stabilitas adalah
kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang
dimilikinya pada saat produk dibuat (Depkes, 2014).
B.
Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka diperolaeh rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengaruh kemasan terhadap stabilitas fisika betametason dalam sediaan krim ?
2. Diantara
pot HDPE dan tube Alumunium foil, pengemas manakah yang memiliki stabilitas
yang lebih baik ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apakah jenis kemasan mempengaruhi stabilitas betametason dalam
sediaan krim.
2. Untuk
mengetahui bahan pengemas yang memiliki stabilitas yang lebih baik.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Bagi
ilmu pengetahuan, dapat menambah wawasan keilmuan tentang bahan pengemas yang
baik bagi sediaan krim.
2. Bagi
penelitian lain, dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan perbandingan terhadap
penelitian yang sejenis.
3. Serta
dapat dijadikan sebagai solusi yang tepat untuk memperbaiki zat pengemas yang
stabil.
E.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan pembahasan diatas maka didapatkan hipotesa,
bahwa:
H0 : Bahan pengemas pot HDPE memiliki tingkat
stabilitas lebih rendah dibandingkan dengan bahan pengemas tube alumunium.
H1
: Bahan pengemas primer tube alumunium diduga memiliki
kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan bahan pengemas pot HDPE
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Krim
Krim adalah bentuk sediaan
setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
yang diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang
ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak
dalam air atau dispersi mikro kristal, asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim
dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Depkes, 2014). Krim
adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni, 2006).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, secara
ringkas dapat disimpulkan bahwa krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat
luar yang dioleskan kebagian kulit tubuh. Adapun definisi dari obat luar
sendiri adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut (oral), kerongkongan
dan kearah lambung. Menurut definisi ini yang termasuk obat luar adalah obat
luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir,
injeksi (Widodo, 2013). Keuntungan sediaan krim antara lain lebih mudah
diaplikasikan, lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah
dicuci dengan air (Rabima & Marshall, 2017).
Penyimpanan
sediaan krim dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk. Krim akan rusak
jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi yang disebabkan penambahan salah satu fase secara
berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak
tersatukan (Syamsuni, 2002). Agar lebih stabil krim harus ditambahkan zat pengawet.
Zat pengawet yang digunakan umumnya metilparaben 0,12% - 0,18% ,atau
propilparaben 0,02% - 0.15%. Komponen kemasan yang digunakan dalam pengemasan
sediaan krim dan salep diantaranya, tube alumunium, polietilen berdensity
tinggi atau rendah dan penutup (Jhonston, 2010)
1. Persyaratan sediaan krim
a) Stabil
selama masih dipakai mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari
inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
b) Lunak.
Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.
c) Mudah
dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit.
d) Terdistribusi
secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Widodo, 2013).
2. Penggolongan krim
Krim terdiri dari emulsi minyak
dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetik dan estetika. Krim di golongkan menjadi dua tipe, yaitu :
a) Tipe
a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contohnya, cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna
putih dan bebas dari butiran. Cold cream
mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
b) Tipe
m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan
kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) akan meninggalkan lapisan
berminyak/ film padan kulit (Widodo, 2013).
B.
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal (KT) merupakan salah satu
obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk pasien dermatologi sejak
pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Sayangnya, KT sering kali
digunakan secara tidak tepat baik oleh dokter, ahli farmasi, toko obat, ahli
kecantikan ataupun pasien karena keampuhannya menghilangkan gejala dan tanda
berbagai penyakit kulit. Hal tersebut tidak jarang menimbulkan masalah efek
samping (Reyshiani, 2015). Efektivitas KT bergantung pada potensi kekuatan, veshikulum,
frekuensi pengolesan, jumlah/banyaknya dan lama pemakaian. Selain diagnosis yang
tepat, stadium penyakit, lokasi anatomi, faktor usia dan kepatuhan pasien juga
ikut mempengaruhi keberhasilan terapi. Secara farmakologik penulisan resep KT
harus rasional, terutama bila dikombinasikan atau dicampur dengan obat lain,
serta selalu mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi. Kortikosteroid
merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon
ini memainkan peran penting termasuk mengontrol respons inflamasi. Kortikosteroid
hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat antiinflamasi nyata. Prototip golongan
ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan
betametason. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang mempunyai
aktivitas utama menahan garam dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya
golongan ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang berarti, sehingga jarang
digunakan pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah aldosteron.
Berdasarkan cara penggunaannya, kortikosteroid dapat dibagi dua, yaitu
kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal (Reyshiani
2015).
1.
Betametason
Dipropionat
Betametason
dipropionat merupakan serbuk putih sampai putih krem, tidak berbau.
Kelarutannya tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan agak sukar larut
dalam kloroform (Depkes, 2014). Betametason dipropionat digunakan secara luas
sebagai agen antiinflamasi pada berbagai kondisi kulit (dermatitis dan
psoriasis) (Wahyuni, 2014).
Gambar 2.1. Struktur
kimia betametason dipropionat (Depkes RI, 2014).
Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung
fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat
kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan
pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen, samapai
terjadi atropi kulit.
Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa
betametason dipropionat. Indikasi dari krim betametason adalah alergi dan
peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2-3
kali sehari (Sartono, 1991). Betametason dipropionat adalah agonis reseptor
glukokortikoid yang sangat kuat yang memiliki efek imunosupresif, antiinflamasi,
dan antipoliferasi. Dengan cara menghambat enzim fosfolipase A2 yang
mengarah ke penghambatan sintesis asam arakidonat dan mengontrol biosintesis
prostaglandin dan leukotrien (Alam, 2012).
a) Sifat fisika kimia
Rumus
molekul :C22H29FO5
Berat
Molekul : 392,46
Nama
kimia :9 – Fluoro - 11β, 17, 21 - trihidroksi-16β-metilpregnal, 4diena -3,20-dion
Pemeria :Serbuk
hablur; putih sampai hampir putih, tidak berbau. Melebur pada suhu lebih kurang
2400disertai sedikit penguraian.
Kelarutan :Tidak
larut dalam air, agak sukar larut dalam aseton, dalam etanol, dalam dioksan dan
dalam metanol. Sangat sukar larut dalam kloroform dan eter.
Wadah
dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, simpan pada suhu antara 20
dan 300 (Depkes,1995).
C.
Wadah
Dan Penyimpanan
Wadah adalah suatu tempat penyimpanan bahan yang
terhubung langsung atau tidak langsung dengan bahan. Wadah langsung adalah
wadah yang langsung berhubungan dengan bahan sepanjang waktu. Tutup adalah
sebagian dari wadah. Sebelum di isi wadah harus bersih. Prosedur pencegahan
khusus dan pembersihan di perlukan untuk menjamin agar tiap wadah bersih dan
benda asing tidak masuk kedalamnya atau mencemari bahan. Wadah dan tutup tidak
boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun
secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan mutu atau
kemurniannya, hingga tidak memenuhi persyaratan resmi (Depkes, 2014).
Wadah atau kemasan juga ikut mempengaruhi stabilitas dan
mutu produk akhir. Bahkan belakangan ini, faktor kemasan dapat menjadi gambaran
ukuran bonafiditas suatu produk atau perusahaan farmasi. Untuk menjamin
stabilitas produk, harus ditetapkan sarat yang sangat tegas terhadap bahan
kemas primer, yang kontak langsung dengan produk, baik berupa cairan, padatan
maupun semi padat. Bahan kemas skunder dan tertier umumnya tidak berpengaruh terhadap
stabilitas (Kurniawan & sulaiman,
2009).
Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak
langsung dengan bahan yang dikemas (produk), antara lain: strip, blister,
botol, ampul, vial, plastik, tube logam dan lain-lain. Bahan kemas skunder
adalah pembungkus selanjutnya biasanya dikenal dengan iner box. Bahan kemas tertier adalah pembungkus setelah skunder,
biasanya berupa outer box (Kurniawan
dan sulaiman, 2009)
Penyimpanan pada kondisi yang tidak ditentukan, jika
tidak ada petunjuk dan pembatas yang kusus pada wadah dan penyipanan atau pada
etiketnya, kondisi penyimpanan harus pada ruang dengan suhu terkendali,
terlindungi dari lembab, dan jika perlu terlindung dari cahaya. Tanpa
memperhatikan jumlah, zat tersebut harus terlindungi dari lembab, pembekuan,
dan suhu berlebih, dan jika perlu terlindungi dari cahaya selama pengangkutan
atau distribusi (Depkes, 2014).
1.
Pot HDPE (High
Density Polyetilene)
Plastik dapat
didefinisikan sebagai kelompok atau zat apa pun baik alami atau sintetik, terutama terdiri dari polimer yang
tinggi,
berat molekul, yang dapat dibentuk menjadi bentuk oleh
panas dan tekanan. Plastik biasanya terdiri dari molekul besar bahan anorganik yang didasarkan pada molekul blok penyusun tertentu yang disebut sebagai monomer. Ketika monomer yang
merupakan molekul-molekul kecil, melalui proses yang dikenal sebagai polimerisasi, polimer rantai
panjang
atau plastik yang dihasilkan. Proses polimerisasi ini mungkin melibatkan berbagai bahan
kimia yang membantu dalam proses, seperti akselerator, inisiator, pelarut dan katalis, dan sebagai hasilnya
menjadi beberapa tingkat kecil
dalam plastik yang dihasilkan. Jika ditemukan di plastik setelah polimerisasi, umumnya dikenal sebagai
proses residu (Dean, 2000)
Wadah plastik berkualitas tinggi dapat mudah dibentuk
dengan desain yang berbeda. Kemasan ini sangat tahan terhadap kerusakkan dan
kebocoran, wadah plastik tersebut diantaranya terbuat dari polyetylene (PE), yang memberikan perlindungan yang baik terhadap
kelembaban, oksigen dan gas lainnya. Polietilen densitas tinggi digunakan
dengan densitas mulai dari 0,91-0,96 mengarah ke empat karakteristik dasar
wadah yaitu, kekuatan, transmisi uap air, keretakkan dan kejelasan atau tembus
cahaya berdasarkan kerapatan polimer yang digunakan (Pareek, 2014)
Gambar 2.1 pot HDPE (Dok pribadi, 2018)
High Density Polyetilene [L5] (
HDPE ) adalah jenis pengemas polietilen yang mempunyai jumlah rantai cabang
yang lebih sedikit, sehingga bahan ini memiliki sifat yang kuat, keras, buram
dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hydrogen antar molekul juga berperan
dalam menentukan titik leleh plastik (Herper, 1975). HDPE bersifat keras hingga
semi fleksible, tahan terhadap bahan
kimia dan kelembaban, dapat ditembus gas, permukaan berlilib[L6] ,
berwarna buram, mudah diwarnai, mudah dibentuk melunak pada suhu 750C.
Biasanya digunakan untuk botol susu cair, jus, minuman wadah es cream, kantong belanja, obat dan
tutup plastik. Disarankan hanya satu kali pemakaian karena jika digunakan
berulang kali dihawatirkan bahan penyusunnya lebih mudah bermigrasi kedalam
makanan (BPOM, 2010).
2. Tube Alumunium
Tube alumunium adalah, wadah yang menarik perhatian, yang
memungkinkan suatu jumlah yang terkontrol disajikan dengan mudah, mudah dibuka
dan perlindungan produk yang memadai. Tube alumunium memberikan penghematan
yang berarti dalam biaya pengangkutan produk karena ringan (Kurniawan &
sulaiman, 2009).
Tabung logam atau tube aliminium di gunakan secara luas
untuk mengemas berbagai macam sedian farmasi Seperti krim, pasta, salep, jeli
dan produk semi cair, tube alumunium memiliki kelebihan diantaranya kedap
terhadap air, gas, bau, dan cahaya selama masih dalam keadaan tertutup rapat
(Dean, 2000).
Gambar 2.2. Tube Alumunium (Dok pribadi,
2018).
D.
Stabilitas
Obat
Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan
dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan,
sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat
(Depkes, 2014).
Stabilitas obat merupakan salah satu faktor penting dari
obat itu sendiri. Karena obat akan memberikan efek teurapetik yang baik jika
obat tersebut dalam keadaan baik. Stabilitas obat yang baik mempengaruhi mutu
obat, mutu semua obat yang beredar harus terjamin dengan baik dan diharapkan
obat akan sampai kepasien dalam keadaan baik. Penyimpanan obat yang kurang baik
merupakan salah satu masalah dalam peningkatan mutu obat. Penyimpanan obat pada
suhu yang panas, kelelembapan yang tinggi dan terpapar cahaya dapat merusak
mutu obat. Perubahan suhu merupakan salah satu faktor luar yang menyebabkan ketidak
stabilan sediaan farmasi. Sarat mutlak bahwa setiap obat yang beredar harus
aman (safety), bermutu (quality), dan bermanfaaat (efficacy). Oleh karena itu, perlu adanya
sistem yang menjamin sarat mutlak itu terpenuhi bukan hanya saat obat
didaftarkan, atau setelah diproduksi di pabrik, namun saat obat
didistribusikan, hingga saat digunakan oleh pasien. Uji stabilitas dimaksudkan
untuk menjamin produk yang telah diluluskan dan beredar dipasaran. Uji
stabilitas yang dilakukan bermanfaat untuk mengetahui faktor lingkungan seperti
suhu dan kelembapan terhadap parameter-parameter stabilitas produk seperti
kadar zat aktif (Luawo et al, 2010).
Tujuan pengujian stabilitas obat adalah untuk memberikan
bukti tentang suatu mutu bahan obat atau produk obat yang berubah seiring waktu
dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya.
Tujuan pengujian tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji-ulang untuk
bahan obat tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang
direkomendasikan (Watson, 2005). Selain itu pengujian stabilitas juga bertujuan
untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa produk akan tetap pada kualitas yang
dapat di terima selama periode tersebut, dimana produk yang beredar di pasaran
akan tersedia untuk konsumsi pasien (Bajaj, 2012)
Selain faktor lingkungan sifat fisikokimia bahan aktif
dan eksipien juga mempengaruhi stabilitas produk. Prosedur pembuatan,
penutupan, wadah dan bahan pengepakkan juga ikut berperan dalam menjaga
stabilitas sediaan (Naveed & sajid, 2016).
1. Stabilitas
Fisika
a) Uji
Organoleptik
Uji organoleptik adalah pengujian bentuk
fisik suatu zat dengan menggunakan panca indara baik dari segi warna, bau,
homogenitas dan kilap dari sediaan krim.
b) Uji
Viskositas
Viskositas adalah suatu sifat zat yang
berhubungan erat dengan dengan zat untuk mengalir. Viskositas didevinisikan
sebagai gaya yang diperlukan untuk menggeraakkan secara berkesinambungan suatu
permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi tertentu. Bila
ruangan diantara penekan tersebut diisi dengan zat yang akan ditentukan
viskositasnya. Viskositas adalah tekanan geser dibagi tegangan geser, satuan
dasarnya yaitu poise, namun karena satuan yang diukur umumnya merupakan harga
pencahan poise, maka lebih mudah digunakan satuan dasar sentipoise (dalam arti
1 poise = 100 sentipoise).
c) Uji
pH
Penentuan pH digunakan untuk melihat
kondisi pH krim agar tidak mengiritasi kulit yang mempunyai pH 4,5 - 6,5 maka
dari itu harus dijaga rentan pH krim yang dibuat.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Tempat
Dan[L7] Waktu Penelitian
Penelitian
direncanakan akan dilakukan di PT Harbat Farma pada labolatorium Kimia bagian
pengawasan mutu selama 3 bulan, dimulai dari tanggal 5 Februari hingga 15 Mei
2018 dengan menggunakan metode eksperimental.
Populasi sampel yang digunakan pada
penelitian adalah krim, krim yang
digunakan adalah krim PHY KANG YANG yang diambil dari 3 batch produk trial krim
dari PT Harbat Farma.
Sampel yang digunakan dalam
penelitian adalah kadar betametason pada krim PHY KANG YANG.
Dalam penelitian ini peralatan yang
digunakan adalah, peralatan KCKT, Peralatan gelas, kertas saring, membrane
filter µm, Viskometer, pH meter, piknometer. Dan Bahan – bahan yang digunakan
adalah, Sampel produk uji, baku pembanding betametason, acetonitril[L10] , air, asam asetat glacial, methanol, aquabidest.
D.
Cara
Kerja
1.
Uji Stabilitas
Fisik
a)
Organoleptik
Pemeriksaan dilakukan pengamatan secara
organoleptik yaitu, terhadap bentuk, warna dan bau dengan menggunakan panca indra.
b) Vikositas
Ditentukan dengan menggunakan viscometer
(6 rpm/spindle 6) yang telah di verifikasi terlebih dahulu. Dengan cara
memasukkan sampel pada gelas uji pada alat viscometer, atur kecepatan gerak
alat pada layar display, dan lakukan pengujian.
c) pH
Ditentukan
dengan menggunakn pH meter. pengukuran pH menggunakan pH meter
yang dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dasar pH 4, pH 7 dan pH
8,6 sebelum mengukur pH krim.pengujian dilakukan dengan cara sampel krim
dimasukkan kedalam gelas beker, pengujian menggunakan elektroda pH meter yang
kusus untuk sediaan semipadat.
E.
Analisis
Data
Dari hasil data yang diperoleh, dari
pengujian sifat fisik sediaan krim seperti uji organoleptik, uji pH, uji
viskositas dan uji massa jenis dilakukan dengan cara membandingkan dengan
monografi standar yang menjadi acuan di Indonesia. Dan pengujian stabilitas
kadar krim betametason juga dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil
pengujian stabilitas dengan standar yang tercantum dalam Faramakope Indonesia.
Sehingga akan di peroleh hasil, kemasan primer manakah yang memiliki stabilitas
lebih baik.
F.
Diagram
Alir Penelitian
Sampel Krim |
·
Masukkan
dalam
Stabilitas Fisika |
pH |
Uji Stabilitas |
Viskositasas |
Organoleptik |
Kemasan Tube Alumunium |
Kemasan pot HDPE |
Penyimpanan pada Climatic
Chamber |
Hasil |
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
1. Diagram Alir Pengujian Organoleptik
Sampel Krim |
Tube Alumunium |
Pot HDPE |
Pengujian Organoleptik |
·
Hasil |
Gambar
6. Diagram Alir Pengujian Organoleptik
2. Diagram Alir Pengujian pH
Sampel Krim |
Tube
Alumunium |
Pot
HDPE |
Pengujian
pH |
·
Siapkan
alat dan bahan
·
Masukkan
sampel kedalam gelas kimia
·
Lakukan
pengjian dengan pH meter
Hasil |
Gambar
7. Diagram Alir Pengujian pH
3. Diadram Alir Pengujian Viskositas
Sampel Krim |
Tube
Alumunium |
Pot
HDPE |
Pengujian
Viskositas |
·
Siapkan
alat dan bahan
·
Masukkan
sampel kedalam gelas uji viskositas
·
Lakukan
pengujian dengan viscometer brokfield
Hasil |
Gambar
9. Diagram Alir Pengujian Viskositas
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengujian Fisik
1.
Pengujian
Organoleptik
Pengujian organoleptik meliputi
pemeriksaan warna, bau dan homogenitas dari krim. Dari hasil pengujian
diperoleh hasil pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil
pengujian organoleptik
NO |
Batch |
Pemeriksaan
warna, bau dan homogenitas krim pada bulan Ke (Tube) |
|||
0 |
1 |
2 |
3 |
||
1 |
16L001TR |
sesuai |
sesuai |
sesuai |
Sesuai |
2 |
16L002TR |
sesuai |
sesuai |
sesuai |
sesuai |
3 |
16L003TR |
sesuai |
sesuai |
sesuai |
sesuai |
Dari hasil pengujian yang
tercantum pada tabel 1 bahwasannya krim memiliki warna, bau dan homogenitas
yang setabil hingga pengujian pada bulan terakhir.
2.
Hasil
Pengujian pH
Pada
pengujian pH krim untuk mengetahui stabilitas mutu fisika dari sediaan krim
betametason maka diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel
1. Hasil pengujian pH (kemasan tube)
NO |
Batch |
Pengujian
pH Bulan Ke (Tube) |
|||
0 |
1 |
2 |
3 |
||
1 |
16L001TR |
6,39 |
6,74 |
6,40 |
6,74 |
2 |
16L002TR |
6,32 |
6,06 |
6,51 |
6,13 |
3 |
16L003TR |
6,13 |
5,94 |
6,12 |
6,45 |
Dari
tabel 1 diperoleh hasil bahwa sediaan krim betametason yang di kemas dalam
kemasan tube alumunium terjadi perubahan konsentrasi pH pada pengujian
stabilitas yang dilakukan selama 4 bulan dan 4 kali pengujian, tetapi perubahan
pH masih dalam batas yang sesuai dengan standar pH sediaan topikal. Yaitu
sesuai dengan pH kulit (epidermis) yang berkisar antara 4,2 – 6,5 (zulkarnain,
2013).
3.
Pengujian
Viskositas
Uji viskositas
dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari sediaan yang dihasilkan.
Viskositas merupakan pernyataan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
viskositasnya makin sulit untuk mengalir atau semakin besar tahanannya (Azkiya
dkk, 2017).
Tabel 2. Pengujian viskositas
NO |
Batch |
Pengujian
Viskositas Bulan Ke (tube) |
|||
0 |
1 |
2 |
3 |
||
1 |
16L001TR |
69421 |
71082 |
70077 |
70088 |
2 |
16L002TR |
69281 |
70840 |
70127 |
70823 |
3 |
16L003TR |
69914 |
69790 |
71353 |
71335 |
Pengujian
viskositas yang dilakukan menggunakan viscometer brockfield dieroleh hasil yang
tercantum pada tabel 2. Bahwasannya nilai yang diperoleh dari hasil pengujian
viskositas krim betametason memiliki hasil yang stabil karena nilai yang
ditunjukkan dari hasil pengujian masih dalam rentan yang diperbolehkan dalam
spesifikasi sediaan krim betametason yang telah ditetapkan.
B.
Pembahasan
Evaluasi mutu krim betametason
dilakukan pada 3 batch sampel (16L001TR, 16L002TR dan 16L003TR) yang disimpan
didalam climatic chamber selama 3 bulan. Hasil pengujian yang dilakukan pada
krim betametason menunjukkan bahwa krim betametason masih memiliki stabilitas
fisik yang baik dan memenuhi persyaratan mutu fisik krim yang telah ditetapkan.
Pemeriksaan organoleptik diperoleh
hasil bahwa krim betametason berwarna putih mengkilat, halus dan homogen. Hal
ini sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.
Untuk homogenitas krim juga sesuai dengan persyaratan yaitu homogen dan tidak
memisah.
Nilai pH yang diperoleh pada
keseluruhan sampel masih dalam angka yang sesuai karena masih dalam rentan yang
diperbolehkan yaitu berkisarantara 5,94 dan 6,94. Dan nilai pH standar yang
diperbolehkan untuk sediaan krim adalah diantara rentan 5 - 7. Penyimpanan pada suhu 400 C
atau pada suhu tinggi akan mempengaruhi nilai pH dikarenakan adanya reksi
antara CO2 dengan fase air yang menghasilkan asam sehingga
mempengaruhi nilai pH pada sediaan krim (Rabima, 2017).
Hasil pengujian viskositas pada
ketiga batch sampel krim diperoleh nilai berkisar antara 69281 – 71353. Hasil
yang diperoleh masih termasuk kedalam standar spesifikasi produk krim yang
ditetapkan. Penyimpanan pada suhu tinggi mempengaruhi terjadinya perubahan
viskositas sediaan karena penyimpanan pada suhu yang berbeda akan menghasilkan
nilai viskositas yang berbeda. Karena pada suhu rendah jarak antara atom-atom
didalam nya akan semakin kecil sehingga gaya yang dihasilkan akan semakin besar
sehingga nilai viskositas akan meningkat tetapi pada suhu tinggi nilai
viskositas akan menurun karena suhu panas akan mengakibatkan jarak antara atom
semakin jauh sehingga nilai viskositas yang diperolah akan menurun (Rabima,
2017).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:[L11]
1. Pada
pengujian stabilitas fisik sediaan krim betametason. Krim memiliki stabilitas
yang baik karena pada pengujian organoleptik, pH dan viskositas diperoleh hasil
yang masih memenuhi persyaratan.
2. Perubahan
suhu penyimpanan mempengaruhi stabilitas sediaan krim terutama pada nilai
viskositas dan nilai pH.
B.
Saran
Perlu[L12] dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi stabilitas kadar zat aktif betametason yang terkandung pada
sedian krim.
DAFTAR
PUSTAKA
Alam S, Baboota s, Ali S,
Ali M, Alam N, Alam I & Ali J. 2012. Accelerated
Stability Testing Of Betametasone Dipropionate Nanoemulsion. Dpartement of
Farmacy, Faculty of Farmacy, Jamia Hamdard, New Delhi. India. Journal of Farmachi and Farmaceutical
Science 4 (4): 0975-1491.
Bajaj S, singla D and
Sakhuja N. 2012. Stability Testing of
Pharmaceutical Product. Swami Vivekanand College of Pharmacy, Banur, India.
Journal of Applied Pharmaceutical Science
02 (03): 129-138.
Dean D A, Evans E R and Hall
I H. 2000. Pharmaceutcal Packing
technology. Taylor & Francis 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE.e-book.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope
Indonesia Edisi V.
Depkes RI. Jakarta.
Dewi
R, Anwar E dan Yunita K.S. 2014. Uji Stabilitas Fisik Formula
Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max). Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Depok 16424. Journal Pharmachy 1 (3): 2407-2354.
Dirjen POM. 2007. Kemasan Flexible. Departemen Perindustrian. Jakarta. e-book.
Dey S, Ghosh M, Rangra N.k,
Kant K, Shah S.R, Pradhan P.K & singh S. 2017, High-Performance Liquid Chromatography Determination of Praziquantel in
Rat Plasma; Aplication to Pharmacokinetic Studies, Departement of
Pharmaceutical Sciences and Tecknology, Birla Institute of Technologi, Mesra
Ranchi-835. Indian Journal Pharmchy
79(6):885-892
Goodman & Gilman. 2013. Dasar Farmakologi Terapi. Volume1. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Johnrencius M, Herawati N
& Johan V.S, 2016. Pengaruh Kemasan
Terhadap Mutu Kukis Sukun. Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru.
Jurnal, Jomfaperta UR: 4(1)
Johnston E, Gill L. Nicole,
Wei Yu-chien, Markovich R & Rustum M Abu, 2010. Development and Validation of a Stability-Indicating RP-HPLC Method for
Simultaneous Assay of Betamethasone Dipropoinat, Chlorocresol, and for the
Estimation of Betamethasone Dipropionat Related Compounds in a Pharmaceutical
Cream and Ointment. Analytical Chemistry in Development & Supply –
Supply Analitical Sciences. Journal of
Cromatographic science. 48.
Kurniawan dan sulaiman,
2009. Teknologi Sediaan Farmasi.
Graha Ilmu. Purwokerto. Yogyakarta.
Manassara A, Khamis M,
el-Dakiky M, Abdel-Qader Z & Al-Rimawi F, 2010. Simultaneous HPLC Analisis of Betamethasone and Clotrimazole in Cream
Formulations. Faculty of Science and Technology. AL Quds. University. Eats
Jerusalem, Palestina. Journal
Pharmachetica Analitica Acta 1(2): 1000113.
Mandei J, 2011. Kemasan Plastik, Kemasan Kertas dan Kemasan
Logam. Balai riset dan standarisasi industry, Manado. Anonim
Naveed S &
Sajid S. 2016. Degradation in
Pharmaceutical creams: Ascorbic Acid Demonstrating Phenomenon: A Review. University
for Women, Karachi, Pakistan. Journal of
Bioequivalence & Bioavainility . 8
(2): 080-083
Pareek V &
Khunteta A, 2014. Pharmaceutical Packaging:
Current Trends And Future. University of Health sciences. Rajasthan. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
sciences 6 (6): 480-485.
Rabima &
Marshall, 2017. Uji Stabilitas Formulasi
Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Dari Biji Mlinjo (Gnetum gnemon L.). Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 jakarta. Journal
Indonesia Natural Reasearch Pharmaceutical 2 (1): 2502-8421.
Rahmawati. 2010. Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu
Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): uji sifat Fisik Dan Jamur Terhadap
Candida albicans Secara Invitro, Fakultas Farmasi. Universitas muhammadiah.
Surakarta. Jurnal
Reyshiani J. 2015. Penggunaan Koetikosteroid Topikal Yang
Tepat. Jawa barat, Indonesia. Jurnal. 42: 4
Simonsen. L. 2004. Development of a New Formulation Combining
Calcipotriol and Betamethasone Dipripionate in an Ointmen Vehicle. Journal.
Syamsuni.
2007. Ilmu Resep. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Watson G. 2005. Analisis Farmasi. Buku Ajar Untuk Analis
Farmasi dan Praktisi kimia Farmasi. EGC. Jakarta
Widodo
dan Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat
Untuk Apoteker. D-Medika. Jogjakarta.
Yuda
P & Suena N, 2016. Pengaruh Suhu
Penyimpanan Terhadap Kadar Tablet Vitamin C Yang Diukur Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV-VIS. Akademi
Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja No 11A, Denpasar, Bali. Journal pharmacy. 2 (1)
LAMPIRAN
pH meter Pembuatan krim
pengujian sampel krim
Timbangan Analitik
[L1]Font
Arial
[L2]Swastika
Oktavia, S.Si., M.Sc.
[L4]Polyethylene
[L5]Polyethylene
[L6]berlilin
[L7]dan
[L8]dan
[L9]dan
[L10]asetonitril,
asam asetat glasial, methanol, akuabides (kalau ditulis seperti ini tidak
dimiringkan Karena sudah masuk bahasa Indonesia)
[L11]Berdasarkan
hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
[L12]Saran
yang dapat diajukan untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan …….
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM, tugas field trip
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar