Langsung ke konten utama

Analisis Obat Analgetik-Antipiretik. ppt Maret 28, 2020

perhitungan resep bab II

BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter,dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker baik secara paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai dengan perundang-undanganan yang berlaku. I. RESEP 1 R / Biolincom 350mg      Acetosal 250mg      Cetinal   1mg      Lameson 5mg      Curcuma 1tab Mf. Pulv dtd No XXI     S3dd1 Pro         : An. Faiza Umur    : 9 thn                                                                                                                           a.        Kandungan dan isi obat -           Biolincom Komposisi/kandungan  : Lincomycin 500mg Kegunaan/ indikasi        : antibiotic -           Acetosal Komposisi/kandungan : Asam Asetil Salisilat Indikasi                            : analgetik -           Cetinal Komposisi/ kandungan : cetirizine HCl 1

UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM, tugas field trip




UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM


Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL

Disusun oleh :

Nama : Farid Aziz
NIM : G.20.14 00.11




KEPADA
DEPARTEMEN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN FARMASI
UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR BANTEN
2018


LEMBAR PENGESAHAN

UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM SEDIAAN KRIM

Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL

Disusun oleh :

Nama : Farid Aziz
NIM : G.20.14 00.11


Mengetahui,
Dosen Pembimbing


(Swastika Oktaviani S.Si., M.Sc)


FORM NILAI LAPORAN FIELD TRIP
FAKULTAS SAINS DAN FARMASI
UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR BANTEN

Setelah membaca dan mempelajari naskah laporan Field Trip mahasiswa berikut

Nama
:
Farid Aziz

NIM
:
G.20.15.0011

Departemen
:
Farmasi

Judul Laporan
:
UJI STABILITAS FISIKA BETAMETASON DALAM KRIM


Mahasiswa tersebut pantas dan layak untuk mendapatkan nilai .



Menyetujui
Dosen Pembimbing



(Swastika Oktaviani, S.Si., M.Sc)

Mengetahui
Bagian Akademik



(Afifah Nur Shobah, S.Si., M.Sc.)



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, 2014). Diantara sediaan krim yang banyak beredar di pasaran adalah krim yang mengandung zat aktif betametason. Betametason adalah glukokortikosteroid sintetik ampuh yang secara luas digunakan untuk pengobatan peradangan dan alergi (Manassara, 2010). Sediaan krim betametason biasanya di kemas dalam kemasan tube alumunium atau wadah tertutup rapat, pada suhu 250C. Penyimpanan diperbolehkan antara 15o C dan 30o C (Depkes, 2014).
Kemasan suatu produk memiliki peran sangat penting untuk menjaga kualitas, potensi dan keamanan produk farmasi. Hal ini dikarenakan bahan pengemas yang tidak sesuai akan mempengaruhi kualitas dan stabilitas dari suatu sediaan farmasi, sehingga zat aktif dalam obat tidak lagi memberikan efek yang maksimal kepada pasien (Sabah, 2014).
Tube alumunium adalah wadah yang menarik perhatian yang memungkinkan suatu jumlah yang terkontrol disajikan dengan mudah, mudah dibuka dan perlindungan produk yang memadai. Tube alumunium memiliki nilai ekonomis karena mengemat biaya pengangkutan produk yang disebabkan massa produk yang lebih ringan (Kurniawan  &  Sulaiman, 2009).

Selain tube alumunium wadah tertutup yang sering digunakan sebagai wadah sediaan krim adalah polietilen. Polietilen adalah polimer dari monomer yang dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan batubara. Sifat permeabilitasnya yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik maka polietilen dengan ketebalan  0,001  0,01 inch banyak digunakan untuk mengemas bahan pangan, plastik polietilen termasuk golongan termoplastik sehingga dapat dibentuk. Salah satu jenis polietilen yang memiliki jenis densitas yang baik adalah HDPE (High Density Polyethylene). HDPE adalah jenis polietilen yang memiliki sifat lebih kuat dripada LDPE (Low Density Polyethilene) dan MDPE (Medium Density Polyethylene), tahan terhadap suhu tingi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan disterilisasi (Mandei, 2011).
Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa kemasan plastik polipropilen, plastik polietilen dan kertas lilin sebagai kemasan dapat menekan peningkatan kadar air, bilangan peroksida dan jumlah bakteri (Johnrencius,  2017). Selain penggunaan jenis kemasan suhu juga berpengaruh terhadap kandungan asam askorbat dalam sediaan tablet vitamin C yang ada di pasaran terutama pada penyimpanan suhu panas berlebih (480C) (Yuda & Suena, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan pengujian stabilitas sediaan krim. Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat (Depkes, 2014).
Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka diperolaeh rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh kemasan terhadap stabilitas fisika betametason dalam sediaan krim ?
Diantara pot HDPE dan tube Alumunium foil, pengemas manakah yang memiliki stabilitas yang lebih baik ?
Tujuan
Untuk mengetahui apakah jenis kemasan mempengaruhi stabilitas betametason dalam sediaan krim.
Untuk mengetahui bahan pengemas yang memiliki stabilitas yang lebih baik.
Manfaat Penelitian
Bagi ilmu pengetahuan, dapat menambah wawasan keilmuan tentang bahan pengemas yang baik bagi sediaan krim.
Bagi penelitian lain, dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan perbandingan terhadap penelitian yang sejenis.
Serta dapat dijadikan sebagai solusi yang tepat untuk memperbaiki zat pengemas yang stabil.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pembahasan diatas maka didapatkan hipotesa, bahwa:
H0   : Bahan pengemas pot HDPE memiliki tingkat stabilitas lebih rendah dibandingkan dengan bahan pengemas tube alumunium.
H1   : Bahan pengemas primer tube alumunium diduga memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan bahan pengemas pot HDPE




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair yang diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikro kristal, asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Depkes, 2014). Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni, 2006).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit tubuh. Adapun definisi dari obat luar sendiri adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut (oral), kerongkongan dan kearah lambung. Menurut definisi ini yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi (Widodo, 2013). Keuntungan sediaan krim antara lain lebih mudah diaplikasikan, lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air (Rabima & Marshall, 2017).
Penyimpanan sediaan krim dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk. Krim akan rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan (Syamsuni, 2002). Agar lebih stabil krim harus ditambahkan zat pengawet. Zat pengawet yang digunakan umumnya metilparaben 0,12% - 0,18% ,atau propilparaben 0,02% - 0.15%. Komponen kemasan yang digunakan dalam pengemasan sediaan krim dan salep diantaranya, tube alumunium, polietilen berdensity tinggi atau rendah dan penutup (Jhonston, 2010)
Persyaratan sediaan krim
Stabil selama masih dipakai mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
Lunak. Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.
Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Widodo, 2013).
Penggolongan krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim di golongkan menjadi dua tipe, yaitu :
Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contohnya, cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) akan meninggalkan lapisan berminyak/ film padan kulit (Widodo, 2013).
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal (KT) merupakan salah satu obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk pasien dermatologi sejak pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Sayangnya, KT sering kali digunakan secara tidak tepat baik oleh dokter, ahli farmasi, toko obat, ahli kecantikan ataupun pasien karena keampuhannya menghilangkan gejala dan tanda berbagai penyakit kulit. Hal tersebut tidak jarang menimbulkan masalah efek samping (Reyshiani, 2015). Efektivitas KT bergantung pada potensi kekuatan, veshikulum, frekuensi pengolesan, jumlah/banyaknya dan lama pemakaian. Selain diagnosis yang tepat, stadium penyakit, lokasi anatomi, faktor usia dan kepatuhan pasien juga ikut mempengaruhi keberhasilan terapi. Secara farmakologik penulisan resep KT harus rasional, terutama bila dikombinasikan atau dicampur dengan obat lain, serta selalu mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi. Kortikosteroid merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting termasuk mengontrol respons inflamasi. Kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat antiinflamasi nyata. Prototip golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang berarti, sehingga jarang digunakan pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah aldosteron. Berdasarkan cara penggunaannya, kortikosteroid dapat dibagi dua, yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal (Reyshiani 2015).

Betametason Dipropionat
Betametason dipropionat merupakan serbuk putih sampai putih krem, tidak berbau. Kelarutannya tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan agak sukar larut dalam kloroform (Depkes, 2014). Betametason dipropionat digunakan secara luas sebagai agen antiinflamasi pada berbagai kondisi kulit (dermatitis dan psoriasis) (Wahyuni, 2014).
           
Gambar 2.1. Struktur kimia betametason dipropionat (Depkes RI, 2014).
Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen, samapai terjadi atropi kulit.
Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa betametason dipropionat. Indikasi dari krim betametason adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2-3 kali sehari (Sartono, 1991). Betametason dipropionat adalah agonis reseptor glukokortikoid yang sangat kuat yang memiliki efek imunosupresif, antiinflamasi, dan antipoliferasi. Dengan cara menghambat enzim fosfolipase A2 yang mengarah ke penghambatan sintesis asam arakidonat dan mengontrol biosintesis prostaglandin dan leukotrien (Alam, 2012).
Sifat fisika kimia
Rumus molekul :C22H29FO5
Berat Molekul : 392,46
Nama kimia :9 – Fluoro - 11β, 17, 21 - trihidroksi-16β-metilpregnal, 4diena -3,20-dion
Pemeria :Serbuk hablur; putih sampai hampir putih, tidak berbau. Melebur pada suhu lebih kurang 2400disertai sedikit penguraian.
Kelarutan :Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam aseton, dalam etanol, dalam dioksan dan dalam metanol. Sangat sukar larut dalam kloroform dan eter.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, simpan pada suhu antara 20 dan 300 (Depkes,1995).
Wadah Dan Penyimpanan
Wadah adalah suatu tempat penyimpanan bahan yang terhubung langsung atau tidak langsung dengan bahan. Wadah langsung adalah wadah yang langsung berhubungan dengan bahan sepanjang waktu. Tutup adalah sebagian dari wadah. Sebelum di isi wadah harus bersih. Prosedur pencegahan khusus dan pembersihan di perlukan untuk menjamin agar tiap wadah bersih dan benda asing tidak masuk kedalamnya atau mencemari bahan. Wadah dan tutup tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan mutu atau kemurniannya, hingga tidak memenuhi persyaratan resmi (Depkes, 2014).
Wadah atau kemasan juga ikut mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Bahkan belakangan ini, faktor kemasan dapat menjadi gambaran ukuran bonafiditas suatu produk atau perusahaan farmasi. Untuk menjamin stabilitas produk, harus ditetapkan sarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang kontak langsung dengan produk, baik berupa cairan, padatan maupun semi padat. Bahan kemas skunder dan tertier umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas  (Kurniawan & sulaiman, 2009).
Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas (produk), antara lain: strip, blister, botol, ampul, vial, plastik, tube logam dan lain-lain. Bahan kemas skunder adalah pembungkus selanjutnya biasanya dikenal dengan iner box. Bahan kemas tertier adalah pembungkus setelah skunder, biasanya berupa outer box (Kurniawan dan sulaiman, 2009)
Penyimpanan pada kondisi yang tidak ditentukan, jika tidak ada petunjuk dan pembatas yang kusus pada wadah dan penyipanan atau pada etiketnya, kondisi penyimpanan harus pada ruang dengan suhu terkendali, terlindungi dari lembab, dan jika perlu terlindung dari cahaya. Tanpa memperhatikan jumlah, zat tersebut harus terlindungi dari lembab, pembekuan, dan suhu berlebih, dan jika perlu terlindungi dari cahaya selama pengangkutan atau distribusi (Depkes, 2014).
Pot  HDPE (High Density Polyetilene)
Plastik dapat didefinisikan sebagai kelompok atau zat apa pun baik alami atau sintetik, terutama terdiri dari polimer yang tinggi, berat molekul, yang dapat dibentuk menjadi bentuk oleh panas dan tekanan. Plastik biasanya terdiri dari molekul besar bahan anorganik yang didasarkan pada molekul blok penyusun tertentu yang disebut sebagai monomer. Ketika monomer yang merupakan molekul-molekul kecil, melalui proses yang dikenal sebagai polimerisasi, polimer rantai panjang atau plastik yang dihasilkan. Proses polimerisasi ini mungkin melibatkan berbagai bahan kimia yang membantu dalam proses, seperti akselerator, inisiator, pelarut dan katalis, dan sebagai hasilnya menjadi beberapa tingkat kecil dalam plastik yang dihasilkan. Jika ditemukan di plastik setelah polimerisasi, umumnya dikenal sebagai proses residu (Dean, 2000)
Wadah plastik berkualitas tinggi dapat mudah dibentuk dengan desain yang berbeda. Kemasan ini sangat tahan terhadap kerusakkan dan kebocoran, wadah plastik tersebut diantaranya terbuat dari polyetylene (PE), yang memberikan perlindungan yang baik terhadap kelembaban, oksigen dan gas lainnya. Polietilen densitas tinggi digunakan dengan densitas mulai dari 0,91-0,96 mengarah ke empat karakteristik dasar wadah yaitu, kekuatan, transmisi uap air, keretakkan dan kejelasan atau tembus cahaya berdasarkan kerapatan polimer yang digunakan (Pareek, 2014)






Gambar 2.1 pot HDPE (Dok pribadi, 2018)
High Density Polyetilene ( HDPE ) adalah jenis pengemas polietilen yang mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit, sehingga bahan ini memiliki sifat yang kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hydrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Herper, 1975). HDPE bersifat keras hingga semi fleksible, tahan terhadap bahan kimia dan kelembaban, dapat ditembus gas, permukaan berlilib, berwarna buram, mudah diwarnai, mudah dibentuk melunak pada suhu 750C. Biasanya digunakan untuk botol susu cair, jus, minuman wadah es cream, kantong belanja, obat dan tutup plastik. Disarankan hanya satu kali pemakaian karena jika digunakan berulang kali dihawatirkan bahan penyusunnya lebih mudah bermigrasi kedalam makanan (BPOM, 2010).
Tube Alumunium
Tube alumunium adalah, wadah yang menarik perhatian, yang memungkinkan suatu jumlah yang terkontrol disajikan dengan mudah, mudah dibuka dan perlindungan produk yang memadai. Tube alumunium memberikan penghematan yang berarti dalam biaya pengangkutan produk karena ringan (Kurniawan & sulaiman, 2009).
Tabung logam atau tube aliminium di gunakan secara luas untuk mengemas berbagai macam sedian farmasi Seperti krim, pasta, salep, jeli dan produk semi cair, tube alumunium memiliki kelebihan diantaranya kedap terhadap air, gas, bau, dan cahaya selama masih dalam keadaan tertutup rapat (Dean, 2000).






Gambar 2.2. Tube Alumunium (Dok pribadi, 2018).
Stabilitas Obat
Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat (Depkes, 2014).
Stabilitas obat merupakan salah satu faktor penting dari obat itu sendiri. Karena obat akan memberikan efek teurapetik yang baik jika obat tersebut dalam keadaan baik. Stabilitas obat yang baik mempengaruhi mutu obat, mutu semua obat yang beredar harus terjamin dengan baik dan diharapkan obat akan sampai kepasien dalam keadaan baik. Penyimpanan obat yang kurang baik merupakan salah satu masalah dalam peningkatan mutu obat. Penyimpanan obat pada suhu yang panas, kelelembapan yang tinggi dan terpapar cahaya dapat merusak mutu obat. Perubahan suhu merupakan salah satu faktor luar yang menyebabkan ketidak stabilan sediaan farmasi. Sarat mutlak bahwa setiap obat yang beredar harus aman (safety), bermutu (quality), dan bermanfaaat (efficacy). Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang menjamin sarat mutlak itu terpenuhi bukan hanya saat obat didaftarkan, atau setelah diproduksi di pabrik, namun saat obat didistribusikan, hingga saat digunakan oleh pasien. Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin produk yang telah diluluskan dan beredar dipasaran. Uji stabilitas yang dilakukan bermanfaat untuk mengetahui faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan terhadap parameter-parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif (Luawo et al, 2010).
Tujuan pengujian stabilitas obat adalah untuk memberikan bukti tentang suatu mutu bahan obat atau produk obat yang berubah seiring waktu dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya. Tujuan pengujian tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji-ulang untuk bahan obat tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan (Watson, 2005). Selain itu pengujian stabilitas juga bertujuan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa produk akan tetap pada kualitas yang dapat di terima selama periode tersebut, dimana produk yang beredar di pasaran akan tersedia untuk konsumsi pasien (Bajaj, 2012)
Selain faktor lingkungan sifat fisikokimia bahan aktif dan eksipien juga mempengaruhi stabilitas produk. Prosedur pembuatan, penutupan, wadah dan bahan pengepakkan juga ikut berperan dalam menjaga stabilitas sediaan (Naveed & sajid, 2016).
Stabilitas Fisika
Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah pengujian bentuk fisik suatu zat dengan menggunakan panca indara baik dari segi warna, bau, homogenitas dan kilap dari sediaan krim.

Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu sifat zat yang berhubungan erat dengan dengan zat untuk mengalir. Viskositas didevinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggeraakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi tertentu. Bila ruangan diantara penekan tersebut diisi dengan zat yang akan ditentukan viskositasnya. Viskositas adalah tekanan geser dibagi tegangan geser, satuan dasarnya yaitu poise, namun karena satuan yang diukur umumnya merupakan harga pencahan poise, maka lebih mudah digunakan satuan dasar sentipoise (dalam arti 1 poise = 100 sentipoise).
Uji pH
Penentuan pH digunakan untuk melihat kondisi pH krim agar tidak mengiritasi kulit yang mempunyai pH 4,5 - 6,5 maka dari itu harus dijaga rentan pH krim yang dibuat.


BAB III
METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan di PT Harbat Farma pada labolatorium Kimia bagian pengawasan mutu selama 3 bulan, dimulai dari tanggal 5 Februari hingga 15 Mei 2018 dengan menggunakan metode eksperimental.
Populasi Dan Sampel
Populasi sampel yang digunakan pada penelitian adalah krim,  krim yang digunakan adalah krim PHY KANG YANG yang diambil dari 3 batch produk trial krim dari PT Harbat Farma.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah kadar betametason pada krim PHY KANG YANG.
Alat Dan Bahan
Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan adalah, peralatan KCKT, Peralatan gelas, kertas saring, membrane filter µm, Viskometer, pH meter, piknometer. Dan Bahan  bahan yang digunakan adalah, Sampel produk uji, baku pembanding betametason, acetonitril, air, asam asetat glacial, methanol, aquabidest.
Cara Kerja
Uji Stabilitas Fisik
Organoleptik
Pemeriksaan dilakukan pengamatan secara organoleptik yaitu, terhadap bentuk, warna dan bau dengan menggunakan panca indra.

Vikositas
Ditentukan dengan menggunakan viscometer (6 rpm/spindle 6) yang telah di verifikasi terlebih dahulu. Dengan cara memasukkan sampel pada gelas uji pada alat viscometer, atur kecepatan gerak alat pada layar display, dan lakukan pengujian.
pH
Ditentukan dengan menggunakn pH meter. pengukuran pH menggunakan pH meter yang dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dasar pH 4, pH 7 dan pH 8,6 sebelum mengukur pH krim.pengujian dilakukan dengan cara sampel krim dimasukkan kedalam gelas beker, pengujian menggunakan elektroda pH meter yang kusus untuk sediaan semipadat.
Analisis Data
Dari hasil data yang diperoleh, dari pengujian sifat fisik sediaan krim seperti uji organoleptik, uji pH, uji viskositas dan uji massa jenis dilakukan dengan cara membandingkan dengan monografi standar yang menjadi acuan di Indonesia. Dan pengujian stabilitas kadar krim betametason juga dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil pengujian stabilitas dengan standar yang tercantum dalam Faramakope Indonesia. Sehingga akan di peroleh hasil, kemasan primer manakah yang memiliki stabilitas lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Alam S, Baboota s, Ali S, Ali M, Alam N, Alam I & Ali J. 2012. Accelerated Stability Testing Of Betametasone Dipropionate Nanoemulsion. Dpartement of Farmacy, Faculty of Farmacy, Jamia Hamdard, New Delhi. India. Journal of Farmachi and Farmaceutical Science 4 (4): 0975-1491.

Bajaj S, singla D and Sakhuja N. 2012. Stability Testing of Pharmaceutical Product. Swami Vivekanand College of Pharmacy, Banur, India. Journal of Applied Pharmaceutical Science 02 (03): 129-138.

Dean D A, Evans E R and Hall I H. 2000. Pharmaceutcal Packing technology. Taylor & Francis 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE.e-book.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia   Edisi V. Depkes RI. Jakarta.

Dewi R, Anwar E dan Yunita K.S. 2014. Uji Stabilitas Fisik Formula Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max). Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Depok 16424. Journal Pharmachy 1 (3): 2407-2354.

Dirjen POM. 2007. Kemasan Flexible. Departemen Perindustrian. Jakarta. e-book.

Dey S, Ghosh M, Rangra N.k, Kant K, Shah S.R, Pradhan P.K & singh S. 2017, High-Performance Liquid Chromatography Determination of Praziquantel in Rat Plasma; Aplication to Pharmacokinetic Studies, Departement of Pharmaceutical Sciences and Tecknology, Birla Institute of Technologi, Mesra Ranchi-835. Indian Journal Pharmchy 79(6):885-892

Goodman & Gilman. 2013. Dasar Farmakologi Terapi. Volume1. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Johnrencius M, Herawati N & Johan V.S, 2016. Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Kukis Sukun. Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru. Jurnal, Jomfaperta UR: 4(1)

Johnston E, Gill L. Nicole, Wei Yu-chien, Markovich R & Rustum M Abu, 2010. Development and Validation of a Stability-Indicating RP-HPLC Method for Simultaneous Assay of Betamethasone Dipropoinat, Chlorocresol, and for the Estimation of Betamethasone Dipropionat Related Compounds in a Pharmaceutical Cream and Ointment. Analytical Chemistry in Development & Supply  Supply Analitical Sciences. Journal of Cromatographic science. 48.

Kurniawan dan sulaiman, 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu. Purwokerto. Yogyakarta.

Manassara A, Khamis M, el-Dakiky M, Abdel-Qader Z & Al-Rimawi F, 2010. Simultaneous HPLC Analisis of Betamethasone and Clotrimazole in Cream Formulations. Faculty of Science and Technology. AL Quds. University. Eats Jerusalem, Palestina. Journal Pharmachetica Analitica Acta 1(2): 1000113.

Mandei J, 2011. Kemasan Plastik, Kemasan Kertas dan Kemasan Logam. Balai riset dan standarisasi industry, Manado. Anonim

Naveed S & Sajid S. 2016. Degradation in Pharmaceutical creams: Ascorbic Acid Demonstrating Phenomenon: A Review. University for Women, Karachi, Pakistan. Journal of Bioequivalence & Bioavainility . 8 (2): 080-083

Pareek V & Khunteta A, 2014. Pharmaceutical Packaging: Current Trends And Future. University of Health sciences. Rajasthan. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical sciences 6 (6): 480-485.

Rabima & Marshall, 2017. Uji Stabilitas Formulasi Sediaan Krim Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Dari Biji Mlinjo (Gnetum gnemon L.). Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 jakarta. Journal Indonesia Natural Reasearch Pharmaceutical 2 (1): 2502-8421.

Rahmawati. 2010. Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): uji sifat Fisik Dan Jamur Terhadap Candida albicans Secara Invitro, Fakultas Farmasi. Universitas muhammadiah. Surakarta. Jurnal

Reyshiani J. 2015. Penggunaan Koetikosteroid Topikal Yang Tepat. Jawa barat, Indonesia. Jurnal. 42: 4

Simonsen. L. 2004. Development of a New Formulation Combining Calcipotriol and Betamethasone Dipripionate in an Ointmen Vehicle. Journal.

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Watson G. 2005. Analisis Farmasi. Buku Ajar Untuk Analis Farmasi dan Praktisi kimia Farmasi. EGC. Jakarta

Widodo dan Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. D-Medika. Jogjakarta.

Yuda P & Suena N, 2016. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar Tablet Vitamin C Yang Diukur Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja No 11A, Denpasar, Bali. Journal pharmacy. 2 (1)

Komentar

Postingan Populer